Warta KH GHAZALIE MASROERIE

Penentuan 1 Syawal Kewenangan Pemerintah

NU Online  ·  Senin, 23 Oktober 2006 | 06:11 WIB

Jakarta, NU Online
Sebelum ada keputusan resmi dari pemerintah, Pengurus Pusat (PP) Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU), beberapa waktu lalu terus melakukan koordinasi dengan LFNU seluruh wilayah di Indonesia. Hal itu dilakukan agar memperoleh hasil yang valid. Selain itu, juga secara teratur bisa dijelaskan pada warga NU tentang situasi itsbat (penentuan 1 Syawal) menjelang Lebaran, sebab tidak sedikit waga yang dibingungkan oleh simpang-siurnya pendapat yang dipicu oleh pernyataan salah satu pemimpin ormas Islam di Indonesia beberapa waktu lalu.

Selama ini, LFNU juga banyak mendapat berbagai pertanyaan dari pengurus cabang (PC) mengenai kepastian Lebaran. Untuk itu, PP LFNU menginstruksikan agar semua LFNU tingkat PC membuat posko-posko rukyat.

<>

Dengan adanya kooordinasi terus menerus itu, masing-masing akan saling mendapat informasi yang akurat. Sebab, menurut KH Ghazalie Masroerie, Ketua Umum PP LFNU, saat ini banyak informasi simpang-siur yang berkembang di  media massa. Menurutnya, jangan sampai warga NU terpengaruh oleh informasi falakiyah yang sudah diwarnai kepentingan politik.

Kiai Ghazalie, demikian panggilan akrab KH Ghazalie Masroerie, menegaskan bahwa dalam berbagai soal termasuk itsbat, pemerintah masih harus mengambil peran, sebab, itulah salah satu tujuan dibentuknya Departemen Agama. Dengan demikian ada satu pandangan yang bisa dipegangi, walaupun masing-masing secara tidak resmi melakukan penentuan 1 Syawal sendiri, baik dengan hisab atau rukyat. Tetapi, lanjutnya, peran pemerintah sebagai pemegang otoritas resmi harus digunakan.

”Pemerintah yang berkewajiban menikahkan pasangan yang idak memiliki wali dengan menetapkan wali hakim, lalu dalam pengelolaan haji dan sebagainya. Kalau pemerintah diperbolehkan mengurusi dua hal tersebut, dan itu dinikmati oleh warga negara, kenapa mengurus itsbat sekarang tidak boleh, itu namanya tidak konsisten,” kata Kiai Ghazalie.

Warga NU, katanya, juga harus konsisten dengan komitmen awal itu. Karenanya, NU, walaupun memiliki kemampuan hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (observasi/melihat bulan) sendiri, didukung para ulama ahli falak yang handal, juga teknologi cangih, namun demikian masih memberi wewenang pada pemerintah untuk membuat keputusan mengenai penentuan Idul Fitri, karena hal itu memang tugas yang dimandatkan.

Bagaimanapun Kiai Ghazalie mengingatkan kembali bahwa soal itsbat Idul Fitri itu persoalan ta’abudy (ibadah), karena itu jangan ditetapkan secara politik berdasarkan kelompok atau aliran tertentu, kalaupun ada perbedaan diharapkan perbedaan melakukan hisab atau rukyat jangan sampai perbedaan dalam menetapkan hari raya ditentukan oleh strategi politik suatu kelompok. Lebaran bukan berdasarkan ormas tertentu, Idul Fitri haruslah berdasar pada sunnah Rosul. (mnm)