Warta PENENTUAN AWAL SYAWAL (6)

Peran Pemerintah Satukan Ummat

NU Online  ·  Jumat, 20 Oktober 2006 | 04:30 WIB

Jakarta, NU Online
Sudah sejak lama pemerintah memiliki peran dalam menentukan awal puasa atau hari raya Idul Fitri. Peran tersebut sangat membantu masyarakat Indonesia yang plural yang bisa menyatukan berbagai perbedaan.

“NU memandang campur tangan pemerintah dalam menetapkan Idul Fitri yang akan datang itu adalah penting. kehadiran pemerintah tetap diperlukan untuk kemaslahatan ummat dan untuk menengahi perbedaan dan ini sah-sah saja sebagai fungsi pelayanan, fungsi pengaturan, fungsi ketertiban,” kata KH Ghozalie Masroeri, Ketua Lajnah Falakiah NU, Kamis.

<>

Ghozalie menjelaskan selama ini, peran pemerintah sangat besar dalam penentuan berbagai masalah keagamaan misalnya sebagai wali hakim dalam nikah, dalam pengelolaan zakat, dan dalam model ibadah haji yang sebenarnya juga sangat beragam. “Pemerintah tetap campur tangan, misalnya haji tamattu atau thowaf ifadhoh,” katanya.

Karena pentingnya pemerintah tersebut, maka hasil ru’yah NU juga dilaporkan kepada pemerintah agar bisa menjadi pertimbangan dalam penentuan hari raya Idul Fitri. “Makanya NU tidak segera mengumumkan secara pasti, apalagi menyerukan dan mengajak untuk berhari raya, tetapi hanya memberi ancer-ancer. NU mempunyai pandangan isbat pemerintah penting karena ini juga perintah agama.

Meskipun sepakat bahwa peran pemerintah penting, keputusan yang dikeluarkan oleh PBNU dalam penentuan hari raya juga tak selalu sama dengan pemerintah yang terjadi pada tahun 1990-an. Perbedaan tersebut juga terjadi pada hari raya Idul Adha tahun 2000 saat pemerintah menetapkan Idul Adha jatuh pada 16 Maret 2000 sedangkan PBNU menetapkan pada 17 Maret 2000.

“NU pernah berbeda dengan pemerintah karena metode yang digunakannya berbeda, tapi sekarang sudah sama, jadi insyaallah lebarannya bareng dengan pemerintah,” tambahnya.
 
Sebelumnya Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengusulkan agar pemerintah tak perlu campur tangan dalam penentuan hari raya Idul Fitri dan cukup menentukan kapan hari libur nasional saja. Din berpendapat bahwa perbedaan tersebut biarlah menjadi urusan masyarakat seperti penentuan jumlah sholat taraweh yang berbeda-beda. (mkf)