Warta

Perorangan Bisa Kuasai Parpol jika Tak Ada Batasan Sumbangan

Kam, 6 Desember 2007 | 12:56 WIB

Jakarta, NU Online
Tak adanya aturan batasan bagi anggota partai politik untuk memberikan sumbangan bisa membuat partai politik bisa dikuasai oleh seseorang atau satu kelompok elit dan hanya menjadi alat kepentingannya.

Pandangan tersebut dikemukakan oleh Ketua PBNU H. Ahmad Bagdja menanggapi masalah pendanaan bagi parpol. “Dibatasi saja banyak dilanggar, apalagi tidak dibatasi, nantinya banyak kepentingan yang masuk,” katanya di Gd. PBNU, Kamis (6/12).

<>

Bukan hanya masalah batasan sumbangan, Bagdja juga meminta agar identitas dan asal sumbangan tersebut bisa diungkap dengan jelas. “Bisa saja ini uang hasil korupsi atau money laundering,” katanya.

Ketua Foksika PMII ini juga tidak sepakat jika partai politik boleh memiliki badan usaha sebagai upaya untuk mencari dana karena nantinya bisa digunakan untuk menekan fihak tertentu guna mendapatkan proyek.

“Nantinya menteri bisa ditekan untuk mendapatkan proyek tertentu, kalau tidak, akan dipersulit oleh DPR. Wong yang gak punya PT aja bisa nekan kok, apalagi kalau diresmikan,” tandasnya.

Sinergi antara parpol dan para pengusaha yang memberikan sumbangan dana menurutnya bukan sesuatu yang diharapkan asal semuanya berjalan sesuai dengan fungsinya dan bisa independen.

Parpol dapat memperoleh sumbangan dana dari pengusaha dan pengusaha bisa mendukung parpol yang mendukung kepentingannya, tetapi masing-masing tidak melakukan intervensi.

“Pedagang bisa mendukung partai yang melindungi kepentingan pedagang, demikian juga petani dan fihak lainnya,” imbuhnya.

Disinilah akhirnya akan tumbuh partai yang sehat, yang mampu menjalin komunikasi yang baik angara berbagai fihak yang pada akhirnya bisa menjaga keseimbangan demokrasi.

Ia menceritakan dalam sebuah kunjungan di Jerman, ditemuinya sebuah partai politik yang mendapat dukungan penuh dari para petani, peternak dan industri kecil yang memberikan iuran bagi operasional partai. Dengan demikian, partai tersebut menjadi sehat dan kepentingan konstituennya terjaga. Situasi seperti ini belum terlihat di Indonesia karena hubungan antara parpol dan konstituennya hanya lima tahun sekali menjelang pemilu.

“Menjelang pemilu, mereka dipidatoi, diberi janji-jani, kemudian dilupakan sampai menjelang pemilu berikutnya, selalu seperti itu,” katanya.

Beberapa sumbangan yang diberikan juga dimaksudkan untuk menggolkan pasal-pasal tertentu dalam sebuah UU yang seringkali malah merugikan kepentingan publik.

Untuk UU parpol yang baru disahkan dalam siding paripurna hari ini, Kamis (6/12), batasan sumbangan dinaikkan. Untuk anggota parpol diserahkan pada AD/ART parpol sedangkan yang bukan anggota maksimal per tahun 1 Milyar rupiah, perusahaan 4 milyar rupiah. Sebelumnya pada UU No 31/2002 tentang Partai Politik, sumbangan dari anggota dan bukan anggota maksimal Rp 200 juta sedangkan bagi perusahaan dan/atau badan usaha maksimal Rp 800 juta per tahun. (mkf)