Warta

Pertamina Naikan Harga Elpiji dan Pertamax

Ahad, 19 Desember 2004 | 01:36 WIB

Jakarta, NU Online
PT Pertamina (persero) secara resmi menaikkan harga jual LPJ (Liqiud Petroleum Gas/LPG/elpiji) menjadi Rp 4.250 per kilogram dari Rp3.000 per kilogram. Sementara harga elpiji dalam tabung 12 kilogram harganya menjadi Rp 51.000 per tabung. Khusus untuk Batam, harga elpiji naik dari Rp 3.500 menjadi Rp 4.800 per kilogram.

Keputusan ini berlaku mulai Minggu (19/12) pukul 00.00 WIB. "Harga elpiji dinaikan sekitar 40 persen, dari situ Pertamina hanya mengambil keuntungan sekitar Rp 275 per kilogram," kata General Manager Gas Domestik Pertamina Achmad Faisal di Jakarta, Sabtu (18/12) kemarin.

<>

Selain elpiji, Pertamina juga menaikan harga bensin jenis Pertamax dan Pertamax Plus. Untuk pertamax menjadi Rp 4.000 per liter dari Rp 2.450. Sedangkan Pertamax Plus menjadi Rp 4.200 dari Rp 2.750 per liter. "Pertamax kami naikkan 62 persen, sedangkan Pertamax Plus sekitar 52 persen," kata Faisal.

Menurut Faisal ketiga produk non-BBM ini dinaikan agar perusahaan dapat menuai profit serta memberikan konstribusi keuntungan pada negara berupa deviden. Produk ini tidak lagi diatur oleh pemerintah dan menjadi komoditas komersil. "Alasan utama penyesuaian harga, diantaranya karena tingginya harga minyak dunia," kata Faisal.

Faisal mencontohkan, untuk produk Pertamax saja, Pertamina hanya bisa meraup keuntungan sekitar Rp 100 per liter. Faisal mengatakan perusahaan tidak ingin terlalu lama menanggung beban akibat lonjakan harga minyak. Di tahun depan, Faisal berharap tidak perlu menaikkan harga lagi, asal "harga minyak dunia bisa turun."

Menurut Faisal, bisnis elpiji merupakan bisnis yang tidak diatur dalam tata niaga. Artinya, tidak ada monopoli dan siapapun bisa bermain di segmen ini. maka menurut Faisal, kenaikan harga elpiji ini diharapkan bisa memberi peluang pada investor lain agar mau masuk ke bisnis ini dan bisa memberikan keuntungan yang wajar bagi produsen.

Alasan lain menurut Faisal adalah, kendati elpiji merupakan bahan bakar alternatif, namun konsumennya sebagian besar didominasi oleh rumah tangga dari kelas menengah ke atas (69 persen), hotel berbintang dan restoran mewah (13 persen) dan industri (18 persen). "Karena itu tidak adil kalau kelompok ini mendapat subsidi dari Pertamina," kata Faisal.

Harga pokok elpiji menurut Faisal, ditentukan berdasarkan posisi harga sesuai sumber produksi elpiji. Komponen itu terdiri dari produksi kilang Pertamina (73 persen, setara US$ 298 per metrik ton), produksi dari para kontraktor bagi hasil sebesar (17 persen atau US$ 352 per metrik ton) dan impor (10 persen serata US$ 383 per metrik ton). Harga pokok produksi elpiji pertamina menurut Faisal, jauh lebih rendah dari harga internasional berdasarkan crudep (cp) aramco dan jauh lebih rendah dari biaya pokok elpiji yang dikeluarkan kontraktor. Maka menurut Faisal, itu berarti pertamina lebih efisien dibanding kedua pemasok elpiji lain tadi.

Selain itu, Pertamina berjanji menjamin pelayanan distribusi elpiji untuk lebi baik lagi. Salah satunya menurut Faisal adalah lewat sistem kerjasama distribusi outlet. Tujuannya, agar produk elpiji bisa sampai ke konsumen dengan jaminan ketepatan dan penyeragaman harga jual ritel sesuai harga jual Pertamina.

Sebagai catatan, konsumsi elpiji telah mengalami peningkatan dari 83 ribu metrik ton per bulan pada Tahun 2003, menjadi 100 ribu metrik ton pada 2004. Biar melonjak tinggi, angka konsumsi per kapita penduduk Indonesia masih jauh lebih rendah jika dibanding Malaysia (5 persen dari jumlah penduduk) dan Thailand (2 persen dari jumlah penduduk). Konsumsi di Indonesia tadi setara dengan setengah persen dari jumlah penduduk.

Sedangkan kenaikan harga Pertamax dan Pertamax Plus, menurut Faisal, sama sekali tidak terkait dengan kelanggakaan yang terjadi pekan lalu. "Kelangkaan disebabkan masalah teknis," kata Faisal. Menurut Direktur Pemasaran Pertamina, Arie Sumarno, kelangkaan terjadi karena terjadi keterlambatan kedatangan beberapa komponen untuk pembuatan Pertamax yang diimpor dari Singapura. Kelangkaan ini bisa diatasi tiga hari kemudian. (Ti/cih)