Warta

Polisi Diminta Usut Perdagangan Anak Korban Tsunami

Sel, 4 Januari 2005 | 11:18 WIB

Jakarta, NU Online
Kepolisian diminta agar secepatnya mengusut tuntas warga yang memperdagangkan anak-anak korban bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda sejumlah kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang menelan korban puluhan ribu jiwa.

"Gembong sindikat atau mafia penculikan anak yang masih dibawah umur itu harus ditangkap karena meresahkan masyarakat," kata pengurus Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama, Hasan Basri Sagala, kepada NU Online, Selasa (4/1).

<>

Ia mengemukakan hal itu menangggapi beredarnya rumor mengenai anak-anak korban gempa bumi dan tsunami di Provinsi NAD dibujuk oleh sindikat atau "mafia penculikan" anak untuk diperdagangkan kepada orang yang membutuhkan anak dibawah umur. Bahkan, anak-anak yang diculik tersebut dikumpulkan di sebuah Panti Asuhan yang non Islam. Begitu juga anak-anak perempuan yang diperdagangkan untuk sindikat tertentu.

Menurut  mahasiswa S-2 UI ini,  anak-anak yang terlantar dan ditinggalkan kedua orang tuanya  itu, perlu diselamatkan oleh pemerintah dan jangan sampai dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang sengaja mencari keuntungan diatas penderitaan orang lain. Oleh karena itu, katanya, aparat penegak hukum dapat mengantisipasi atau menyikapi adanya kasus memperjualbelikan anak-anak yang kehilangan sanak dan keluarganya itu.

"Bila perlu aparat kepolisian dapat mencari informasi kepada masyarakat yang mengetahui adanya penjualan anak-anak yang  diduga tidak mempunyai keluarganya lagi, akibat keganasan tsunami tersebut," kata Hasan yang juga ketua Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII). Selanjutnya ia mengharapkan agar aparat kepolisian dapat memberikan penyuluhan hukum di lokasi penampungan  para pengungsi yang menjadi korban tragedi Aceh dan mengenai ketentuan  bagi setiap warga yang berminat untuk mengadopsi anak-anak sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan jangan sampai melanggar hukum. "Jika perlu aparat kepolisian  dapat memaparkan ketentuan UU No 2002 tentang perlindungan terhadap anak-anak dan sanksi hukum bagi pelaku yang melanggar peraturan tersebut, tambahnya.

Sekadar diketahui sindikat perdagangan anak tersebut berkedok yayasan yang menampung balita korban bencana alam Aceh, kemudian menerbangkannya ke daerah lain. Anggota sindikat itu datang ke posko-posko atau menjemput anak-anak korban langsung ke Aceh. “Ada juga yang datang ke posko di Medan, mengaku sebagai orang tua atau kerabatnya,” kata Syafief, seorang relawan di Medan, seperti dituturkan Hasan Basri Sagala. (cih)