Warta

PWNU Jatim: BBM Naik 20 Persen, Rakyat Miskin Tambah Tiga Juta

Sel, 1 Maret 2005 | 04:24 WIB

Surabaya, NU Online
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) 20 persen saja akan menambah jumlah rakyat miskin sebesar tiga juta orang.

"Karena itu, subsidi (BBM) untuk subsidi (pendidikan, kesehatan, dan beras miskin) bukan cara yang tepat, apalagi pengalihan subsidi versi pemerintah masih bagus di atas kertas," kata Ketua PWNU Jatim KH Drs Ali Maschan Moesa MSi di Surabaya, Senin.

<>

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela dialog publik "Kebijakan Pengurangan Subsidi BBM: Kita Berhemat Untuk Rakyat" yang dibuka Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dr Sofyan A Djalil dan digelar atas kerjasama Departemen Kominfo dan PP Lembaga Perekonomian NU.

Menurut salah satu pembicara dialog publik itu, pihaknya sebenarnya lebih suka tidak ada kenaikan, tapi jika harus naik pun hanya sepakat dengan kenaikan BBM sebesar 5-10 persen.

"Subsidi dari kenaikan itu pun bukan dialihkan dalam bentuk lain, melainkan dialihkan untuk riset energi baru seperti batubara, tenaga surya, atau energi alternatif lainnya," kata kandidat doktor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.

Namun, katanya, hal itu bukan berarti NU akan melakukan protes secara reaktif. "Kami menyerahkan kepada PBNU untuk melakukan lobi kepada Kepala Negara secara langsung, karena NU tidak suka kekerasan," katanya.

Pengasuh Pesantren Luhur Al-Husna, Jemurwonosari, Surabaya itu menyatakan subsidi yang dialihkan kepada sektor pendidikan sebenarnya sudah menjadi program Depdiknas, sedangkan sektor kesehatan juga sudah menjadi program Depkes/Dinkes.

"Kalau pemerintah merasa anggaran negara sebesar Rp364 triliun tidak tercapai tanpa kenaikan BBM, saya kira sebaiknya anggaran diturunkan saja. Kalau APBN dipaksa Rp364 triliun hanya untuk alasan tidak defisit, tapi gaji DPR dan pemerintah dinaikkan, saya kira rakyat akan merasa ditipu," katanya.

Senada dengan itu, Rois Syuriah PWNU Jatim KHA Masduqi Mahfudh menyatakan warga NU tidak akan mempersoalkan kenaikan harga BBM, karena mereka memang cenderung diam.

"Kalau saya memberi ceramah pengajian dimana-mana, kok tidak ada yang tanya soal BBM. Jadi, mereka (warga NU) itu diam atau cenderung menerima, karena mereka memang orang miskin yang layak dibantu," katanya.

Namun, katanya, warga NU yang diam bukan berarti mereka tidak mempersoalkan kenaikan BBM itu, karena warga NU memang bukan tipe pemberontak yang memprotes setiap kebijakan pemerintah dengan kekerasan.

Sementara itu, Ketua PBNU H Masdar F Mas'udi menilai PBNU masih akan melihat reaksi masyarakat atas kebijakan itu. "Kalau rakyat menerima kebijakan itu berarti mereka memiliki kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah, karena kebijakan publik itu memang menyangkut dampak kesejahteraan dan dampak kepercayaan, tapi kalau tidak maka PBNU akan melakukan kajian," katanya.

Acara yang dihadiri Ketua PBNU H Masdar F Mas'udi, Rois Syuriah PWNU Jatim KHA Masduqi Mahfudh, dan Ketua PP LPNU H Basofi Soedirman itu menampilkan pembicara Dr Dedi Maskur Riyadi (Deputi Kepala Bappenas RI), Dr Qurtubi (pakar perminyakan UI), Ali Maschan Moesa (Ketua PWNU Jatim), Anwar Hudiono (pers), dan H Umar Said (pakar energi).

Kontributor : Paryono N. Abdillah

Ā