Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Remaja Puteri Madinah Suka Bercerita, Menolak Difoto (2)

Kam, 14 Oktober 2010 | 16:24 WIB

Madinah, NU Online
Syida dan Syima,  selalu berulang-ulang mengatakan bahwa fotografi adalah aktifitas yang haram (terlarang) di Saudi.  Dengan berteriak-teriak dia meminta dan berusaha memaksa untuk menghapus foto-foto pada kamera di tangan saya. "Hapus! Hapus!. Saya tidak ingin terlibat dalam aktifitas ilegal," kata keduanya dengan sangat lantang sembari berusaha merebut kamera di tangan saya.

Saya pun berusaha menenangkan mereka dan mengatakan kepada keduanya bahwa tidak ada lagi gambar mereka di dalam kamera saya.  Ketika saya tanya "Kenapa?" mereka menjelaskan sambil berjingkat-jingkat seperti gaya presenter acara infotainment di Televisi. Katanya mereka takut foto-foto tersebut disalahgunakan. Kemajuan teknologi membuat mereka pantas mengkhawatirkan penyalahgunaan fotografi.
t;
"Oh tentu kami khawatir, banyak orang jahat di luar sana. Dan internet memungkinkan semuanya terjadi dengan masuk akal," kata Syida.

Sejurus kemudian, Syima menimpali, "Kami patut khawatir bila ada orang lain yang belum kami kenal. Apalagi orang-orang asing tiba-tiba memotret kami. Kami hanya berfoto untuk keperluan-keperluan penting yang tidak dapat dihindari. Ya nggak?" kata gadis kelas enam ini sembari mencari dukungan dari teman-teman sekelasnya.

Mendengarkan penuturan teman-temannya, Nabhan sebagai salah seorang lelaki di antara dua teman lainnya yang lebih kecil kemudian menyambar kamera di tanganku dan menyodorkannya kepada Dhima, anak puteri yang sejak awal paling aktif dalam perbincangan-perbincangan kami. Kepada Dhima, Nabhan berkata,   "Ya sudah kalau begitu biar aku saja yang berfoto. Kamu mau ambilkan gambar untuk kami?"  Sejurus kemudian, Dhima hanya bisa bengong dan mengangkat bahunya.

Namun justru Raghd yang kemudian tanpa basa basi segera menyambar kamera dari tangan Nabhan dan kemudian segera mundur beberapa langkah untuk mengambil amcang-ancang memotret.  Namun rupanya setelah Raghd bergaya siap memotret, dia justru tampak kebingungan dan malah menampakkan mimik yang aneh.

"Sudah pencet saja," kataku memberi aba-aba. Namun justru Raghd nampak tambah bingung. Ini agak aneh, dari awal sejak mereka mulai berkata-kata dan bercerita tentang sekolah, pelajaran dan guru-gurunya, seakan-akan mereka mahir  dalam menggunakan teknologi. Lalu kenapa menghadapi kamera/tustel yang sederhana saja dia gagap?

Kini ketika saya sedang berpikir, "Apakah benar mereka memang mengharamkan foto? Apakah mungkin mereka yang berfoto-foto hanyalah anak-anak nakal atau badung saja?"

Tapi belum sempat pikiranku menemukan ujung dari pertanyaan itu, tiba-tiba saja mereka kembali menyerbu dan mencercaku dengan kata-kata yang keras dan gerakan tangan memaksa, "Hapus... hapus semua foto kami dari kameramu itu. Awas jangan sampai ada gambar kami tersisa di tanganmu."

Lalu aku pun bertanya, "Kenapa?" Hampir serentak mereka bilang, "Kami tidak mau dilaknat Allah. Demi Allah, tolong hapus foto kami dari kameramu."

"Baik-baik saya akan menghapusnya. Tapi tolong berikan pada saya catatan nama-nama kalian."

"Baiklah, siapa takut?" kata mereka mengakhiri pembicaraan. Sejurus kemudian mereka menghambur bertebaran kembali, entah kemana. Semoga mereka selalu menjadi yang terbaik untuk negerinya, dan umat Islam di seluruh dunia.  (min/selesai/Laporan langsung Syaifullah Amin dari Arab Saudi)