Warta Dari Kunjungan Kader NU ke Amerika (1)

Sekolah Universal, Berbasiskan Agama Islam

Sel, 16 Mei 2006 | 03:34 WIB

Di sebuah sekolah, tampak semua siswanya mengenakan busana khas muslim. Siswa laki-laki memakai celana panjang, sedangkan siswa perempuan memakai busana lengan panjang dan berjilbab. Antara siswa laki-laki dan perempuan dipisah kelas berbeda.

Sekilas tak ada yang istimewa. Tapi itu bukan di Indonesia. Pemandangan itu terdapat di Sekolah Universal (SU), sebuah sekolah berbasis agama Islam di kota Bridgreview, Illinois, Amerika Serikat (AS). Sekolah itu merupakan salah satu tempat yang dikunjungi lima kader NU yang mengikuti Community Leadership Program (CLP) di negeri Paman Sam tersebut sejak 7 Mei lalu.

<>

Awal didirikannya pada tahun 1993, jumlah siswa SU mencapai 600 orang. Di dalamnya terdiri dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah tingkat pertama dan sekolah menengah umum.

Sekolah ini dikelola dengan biaya mandiri, yang diperoleh dari lingkungan komunitas setempat serta dari SPP siswa. SPP siswa setiap tahunnya $5000,00. 80 persen dana dari SPP tersebut telah mencukupi untuk menggaji para guru. Sementara, 20 lainnya didapat dari sumbangan komunitas setempat.

SU adalah sekolah yang mempromosikan agama Islam yang didasarkan pada kebutuhan komunitas setempat. Para siswanya berasal dari berbagai negara. Namun mayoritas berasal dari Timur Tengah, yakni Turki, Iran, Islamabad, India, Pakistan.

ā€œTumbuh dan berkembang dengan basis agama Islam merupakan prestasi tersendiri. Pasalnya, di AS, umat Islam adalah kaum minoritas,ā€œ kata Najlah Naqiah, salah satu peserta CLP.

Di sekolah ini, ditekankan ajaran Islam yang adaptatif dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat AS, seperti, nilai kebebasan, persamaan hak laki-laki dan perempuan, kebebasan individu, toleransi dan demokrasi, kasih sayang terhadap sesama manusia, kejujuran serta keadilan.

Kekuatan sekolah universal sebenarnya terletak pada kualitas para guru pengajarnya yang semuanya bergelar magister (S-2). Selain itu, para guru mampu membuat sendiri buku pelajaran bagi siswanya dengan dua bahasa, yakni bahasa Arab dan Inggris.

Pengembangan model kurikulum yang dibuat oleh guru di SU sangat berbeda dengan di Timur Tengah atau Asia. Para gurunya memiliki bentuk tersendiri dengan melihat kebutuhan anak-anak AS yang hidup secara pluralistik, di mana mereka menekankan pada bahasa Inggris sebagai pengantar komunikasi dengan siswa.

Hal itu membedakan sekolah universal di AS dengan sekolah Islam lainnya di Indonesia, seperti sekolah berbasis pesantren dan sekolah berbasis agama biasa. Kebanyakan sekolah di Indonesia, para guru masih mengadopsi buku-buku dari pemerintah baik dari Depag maupun Diknas. Sebagian para guru di Indonesia kurang mampu menulis dan membuat buku ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa setempat. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara materi yang diberikan terhadap siswa dengan kebutuhan hidup siswa di tengah masyarakat.

ā€œJadi, jika sekolah-sekolah di pesantren ingin maju, tentu mesti memiliki kemampuan untuk membuat kurikulum dan buku-buku berdasarkan dengan kebutuhan masyarakat saat ini, bukan buku-buku yang sudah kedaluarsa atau tanpa buku acuan,ā€œ kata Najlah.

Ada tiga hal yang menjadi keunikan SU, pertama, kurikulum yang dikembangkan 80 persen subyek umum dan 20 persen subyek agama. Namun demikian, praktek keagamaan di sekolah sangat akrab dengan keseharian siswa. Misalnya, solat jamaah dluhur dan ashar setiap hari, kegiatan ceramah setelah solat berjamaah dan kegiatan puasa ramadlan.

Kedua, kegiatan ekstrakurikuler di SU menekankan pada kegiatan sosial. Kegiatan sosial berupa program mengembangkan rasa tolong menolong yang dilakukan oleh partisipasi siswa ke masyarakat. Sekolah universal dikenal banyak mengadakan kegiatan di panti asuhan, panti jompo, dan kegiatan sosial lainnya.

Ketiga, kunjungan ke sekolah Islam ke luar negeri, seperti mengunjungi sekolah Islam di Paris, sekolah Islam di Turki. Hal ini dilakukan untuk memberikan penguatan kepada siswanya bahwa memeluk Islam adalah tidak mudah di negara Amerika, karena posisi sebagai minoritas dan beragamnya agama yang berkembang di Amerika. Dengan mengunjungi sekolah lain yang sama-sama berbasis agama Islam, tentu diharapkan murid-murid mereka bisa tahan dan menerima keislamannya sebagai pilihan mereka.

SU telah menemukan bentuknya tersendiri. Keberanian mereka menentukan arah sekolah Islam di tengah minoritas Islam di AS adalah langkah maju yang mesti dicontoh oleh ummat Islam mayoritas Indonesia. Sekolah ini memiliki komitmen kuat untuk mempromosikan agama Islam kepada pemeluknya melalui pendidikan berkualitas. Lebih dari 90 persen lulusan sekolah universal bisa mengantarkan pa