Warta

Terdapat Masalah Sosial Dibelakang Jamaah Islamiah

Rab, 16 Juli 2003 | 00:02 WIB

Jakarta, NU Online
Dalam diskusi dengan delegasi Wakil Menlu Jerman Kerstin Muller berkaitan dengan masalah radikalisme KH Hasyim Muzadi berpandapat bahwa gerakan radikalisme yang sedang berkembang saat ini ini dipengaruhi oleh berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi di Timur Tengah, Palestina, Israel, serta serangan AS ke Irak.

Hasyim Muzadi menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat menjadi radikal. Pertama, salah pengertian dan pemakaian atribut-atribut agama untuk kepentingan lain dan hal ini tidak hanya terjadi dalam Islam, tetapi semua agama. Banyak sekali orang yang menggunakan agama untuk kepentingan pribadinya.

<>

Faktor kedua adalah karena lingkungan yang tidak adil dan tidak sejahtera, disamping kebodohan. Perasaan merasa ditindas menyebabkan mereka bertindak secara radikal dan tanpa mempertimbangkan akal sehat.

Faktor ketiga adalah karena adanya serangan yang tidak adil sehingga diimbangi dengan reaksi radikal sebagai balasannya. Dalam hal ini radikalisme dan teror bukan sebab tapi akibat.

Amerika saat ini dipersepsikan oleh publik sebagai pihak yang memiliki standar ganda dengan menjalankan satu kebijakan sesuai dengan kepentingannya sendiri dengan menyerang atau tidak menyerang satu negara. Amerika bisa membantu mengurangi radikalisme dengan menggantikan politik luar negerinya secara lebih damai.
 
“Jadi, dalam kaitan dengan terjadinya aksi kekerasan tersebut, Amerika Serikat memiliki andil besar sebagai penyebabnya selain karena memang Orang Timur Tengah sendiri memang memiliki sifat yang keras,” ungkap Hasyim Muzadi.

Mengenai Radikalisme yang tumbuh di Indonesia, ini disebabkan karena sebagian dari warga Indonesia yang pernah tinggal atau belajar di Timur Tengah dan berusaha menggunakan cara-cara yang berasal dari sana untuk menyelesaikan satu masalah tanpa menyesuaikan dengan budaya lokal.

Hasyim Muzadi berpendapat “Cara berislam mereka belum di Indonesiakan padahal radikalisme dan terorisme bukan budaya Indonesia tapi terpengaruh jaringan mereka yang yang masuk Indonesia. Mereka tidak mungkin menguasai Islam yang banyak di Indonesia, tapi secara underground mereka bisa membuat kekacauan.” Saat ini Jamaah Islamiah menjadi besar karena media senang menulis radikalisme dan membesar-besarkannya daripada kondisi sebenarnya.

“Namun demikian, secara umum, NU dan masyarakat Indonesia dapat meredam radikalisme wacana dan pemikiran dengan penjelasan sepanjang mereka beragama secara lurus,” tambahnya. Satu contoh yang dikemukakan oleh Hasyim Muzadi adalah ketika terjadi pemboman di Bali.

Dalam hal ini NU turut mengutuk dan meminta pemerintah menindak secara hukum pelaku terorisme dan mengembangkan kerjasama internasional untuk mencegahnya. Secara kongret Indonesia telah melakukan kerja sama dengan Malaysia untuk memberantas radikalisme.

NU punya hubungan sangat baik dengan kedutaan Amerika Serikat di Indonesia terutama dalam memberantas terorisme di Indonesia, tapi berkaitan dengan serangan AS ke Irak, NU secara tegas menyatakan sikap tidak setuju.

NU dan Indonesia tidak ada urusan dengan Saddam tetapi perhatiannya adalah pada rakyat Irak, dan negaranya harus dihargai dan kedaulatannya. NU telah mendatangi beberapa negara dan organisasi internasional untuk mencari dukungan tentang sikap tegas ini.

Kerstin Muller juga sependapat bahwa serangan AS terhadap Irak bisa menumbuhkan terorisme, beberapa kali Jerman juga menyatakan statemennya yang menolak serangan tersebut. “Saya tahu bahwa Islam dan organisasi Al-Qaeda tidak bisa dimasukkan dalam satu kotak,” ungkap Kerstin Miller. Dalam hal ini Organisasi Konferensi Islam (OKI) sangat penting untuk melakukan dialog sehingga prasangka tersebut dapat hilang. Konferensi Islam merupakan ide yang sangat cemerlang.(mkf)