Warta

Ulama Pekalongan Pertanyakan Uang Caleg, Apakah Termasuk Suap?

Ahad, 22 Maret 2009 | 00:41 WIB

Pekalongan, NU Online
Ulama dari Kabupaten/Kota Pekalongan, Batang, dan Pemalang mempertanyakan kepada pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat mengenai hukum menerima uang yang ditebar para calon anggota legislatif. Apakah uang tersebut masuk dalam kategori suap?

Sebab, praktik seperti ini marak menjelang Pemilu 2009. Para ulama juga menanyakan hukum berlomba-lomba dalam memperebutkan jabatan.<>

Saat MUI menggelar acara sosialisasi fatwa haram golput dan rokok di Gedung Islamic Centre Kedungwuni, Sabtu pekan lalu, pertanyaan-pertanyaan seputar pemilu dilontarkan oleh para ulama dan pengurus MUI dari Kabupaten/Kota Pekalongan, Batang, dan Pemalang.

Dilaporkan kontributor NU Online Abdul Muiz, hadir sebagai pembicara dalam sosialisasi itu di antaranya pengurus MUI Pusat Drs HM Ichwan Sam dan ulama Pekalongan KH Zuhdi Khariri.

Perwakilan ulama dari Pemalang, Ustadz Masrufi mengatakan, wakil rakyat harus memilki syarat di antaranya jujur, adil, dan amanah. Namun, banyak caleg yang maju tersangkut dugaan korupsi. ”Para caleg pun sudah mengeluarkan uang hingga Rp 200 juta-Rp 300 juta untuk menjadi pemenang,” katanya.

Dia menilai, caleg yang maju hanya berambisi pada kekuasaan dan politik semata. Niat caleg bukan lagi untuk amar makruf nahi mungkar.

”Banyak caleg di Pemalang sudah mengeluarkan uang banyak hingga Rp 300 juta. Mereka dapat uang dari mana. Setelah terpilih bisa-bisa ngambil uang dengan cara tidak benar?” ujar dia.

Kiai Chamim dari Kabupaten Pekalongan mengatakan, banyak caleg memberikan uang dan kerudung kepada masyarakat. Hukum uang atau barang yang diberikan ini apakah termasuk suap. Dia mempertanyakan hukum bagi mereka yang memberikan uang untuk mendapatkan jabatan.

”Kita memberikan amanah kepada yang ahlinya. Jika mereka tidak amanah, maka golput adalah sah,” ujar dia.

Sekretaris Jendral (Sekjend) MUI Pusat Ichwan Sam mengatakan, jumlah anggota DPR sekitar 30 ribu orang lebih. Menurutnya, masih ada wakil rakyat yang baik. Ulama dan masyarakat diimbau tidak membuat keputusan berdasarkan suudzon atau berburuk sangka, serta atas dasar praduga.

”Pikiran dan rohani harus sehat ketika memberikan pilihan. ”Jangan menyederhanakan persoalan. Jangan menghukumi sebelum terbukti, namun kita perlu cermat dalam memilih,” katanya.

Sebagian ulama yang hadir tetap tidak menyambut positif terhadap fatwa haram golput yang dikeluarkan MUI. Pasalnya, mereka khawatir wakil rakyat yang dipilih tidak akan melakukan amar makruf nahi mungkar. (nam)