Warta

Upaya NU Mengelola Ekonomi Rakyat

Sel, 16 September 2003 | 04:48 WIB

Jakarta, NU.Online
Merosotnya harga komoditi pertanian belakangan ini benar-benar merupakan pukulan berat bagi para petani, justeru mengena pada komoditi faforit seperti cengkeh, coklat dan lada. Komoditi yang pernah menjadi primadona selama masa krisis, saat ini mengalami krisis harga, yang turun drastic, sehingga petani mengalami kerugian besar. Hasil panen yang selama ini diandalkan menjadi tulang punggung kehidupan keluarga termasuk beaya sekolah, sekarang tidak bisa diandalkan lagi.

“Harga lada yang biasanya mencapai puluhan ribu kini hanya 9000, petani sangat merugi” kata Kamil seorang petani di Lampung “Kami terpaksa melakukan berbagai penghematan, agar anak-anak bisa melanjutkan sekolah, sebab kalau tidak harus ada yang droup out,” kata ayah yang dua anaknya belajar di Pesantren Cibeber Cilegon. “Masa keemasan lada adalah tahun 1970-an, saat itu harga sekilo lada 2500 rupiah, sementara satu gram emas hanya  2.300 rupiah, tahun tahun itu memang merupakan kejayaan lada, sebenarnya kami tidak menuntut harga setinggi itu, harga 15 ribu saja petani sudah untung.”

<>

Anjloknya harga hasil pertanian itu benar-benar menjadi keprihatinan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Lampung, sebagaimana dikatanan Ketua PW NU KH Choiruddin Tahmid, pada NU Online dikantornya, bahwa program lima tahun ke depan NU Lampung adalah pengembangan ekonomi rakyat, terutama dalam mengembangkan jaringan ekspor. Sebab banyak kasus yang menimpa nelayan dan petani Lampung yang sebagian besar warga NU. Karena itu belum lama ini pengurus wilayah juga menyelenggarakan halaqah mengenai prospek pertanian dan perdagangan kopi, lada dan cengkeh.

“Dari halaqah tersebut diperoleh masukan dari berbagai pihak, bahwa merosotnya harga komoditi pertanian bukan hanya permaianan para tengkulak, tetapi justeru di level pasar dunia berkaitan dengan  diterapkannya pasar bebas. Karena itu NU kemudian melakukan advokasi kebijakan, dengan melakukan dialog intensif dengan pihak pemda dan DPRD yang meminta pemerintah melakukan perlindungan terhadap harga komoditi yang ada dengan cara menunda penerapan kesepakatan WTO itu”.

Dikatakan bahawa sejak dulu NU Lampung serius menangani ekonomi rakyat, sebagaimana pernah mendorong pertumbuhan Industri Tapioka Rakyat (ITARA) guna menyangga harga ubi jalar yang selalu jeblok saat panen karena kelebihan pasok, sehingga tidak tertampung oleh Industri yang ada, lalu dijual dengan harga bantingan. Dengan adanya ITARA harga bisa disangga dan hasil produksi bisa ditampung. Tetapi celakanya kata Kiai muda yang dosen IAIN Raden intan itu, ternyata industri-industri yang ada kembali dikangkangi oleh kartel tapioca, sehingga kembali petani tidak bisa menentukan harga komoditinya sendiri, karena pasar dikuasai pengusaha besar.

Melihat komplesitas masalah ekonomi daerah itu maka pengurus NU sejak periode sebelumnya juga giat mengembangkan kerajinan rakyat, agar memiliki pekerjaan saat menunggu panen, atau ketika gagal panen, karena ini situasi paling rawan bagi petani, sehingga perlu pemikiran dan penanganan dari pengurus NU, agar masyarakat terutama warga NU tidak terjebak pada berbagai tindakan kriminal.

Menurut KH Choiruddin, mengalihkan NU wilayah dari orientasi politik ke orientasi social dan ekonomi sangat berat, karena itu pengurus wilayah secara rutin menyelenggarakan kegiatan kajian keagamaan,  dan pengembangan masyarakat, agar apa yang dilakukan masyarakat memiliki landasan keagamaan yang kuat dan sekaligus didukung oleh data-data empirik yang memadai, sehingga setiap gerakan memiliki pemetaan dan prospek yang jelas. Dengan memberikan pendidikan kritis pada masyarakat, maka rakyat akan sadar dengan hak-haknya, sehingga pimpinan NU tinggal memfasilitasi apa yang mereka aspirasikan.

Bagaimanapun kasus Lampung ini perlu mendapatkan perhatian bahkan dijadikan bahan pelajaran, bagaimana pengurus NU sangat peduli dengan nasib rakyat, dengan menghindarkan pertentangan politik sehari-hari yang semakin panas menjelang Pemilu. Tetapi dengan memiliki komitmen kerakyatan yang kuat, mereka sangat peduli terhadap nasib yang menimpa warga NU yang tidak mampu membeayai sekolah anaknya yang semakin mahal, sementara harga komoditi yang diusahakan mengalami kemerosotan. Ini baru namaya khadimul ummah, yang mengarahkan segenap potensi NU untuk melayani dan membangun masyarakat, sebagaimana dirumuskan dalam mabadi khaira ummah (prinsip-prinsip pengembangan masyarakat) versi NU. (MDZ)