Jember, NU Online
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang mempunyai kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Ayat-ayat al-Qur’an yang mendorong manusia agar berfikir dan menuggunakan akal untuk menyibak misteri ciptaan Allah, banyak ditemukan. Misalnya manusia disuruh berfikir tentang bagaimana penciptaan onta, gunung yang tegak, bumi yang terhampar luas dan sebagainya.
Demikian diungkapkan Direktur Aswaja Center NU Jember, KH Abdul Haris saat menjadi pemateri dalam program Diagra (Dialog Agama Via Udara) di Masjid Besar Jember, Al-Baitul Amin, Rabu (30/5).
Menurutnya, tak bisa dibantah bahwa Al-Qur’an punya saham terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Namun harus dipahami bahwa Al-Qur’an bukan kitab ilmu pengetahuan.
“Sebab, kebenaran ilmiah itu nisbi, sedangkan kebenaran Al-Qur’an itu absolut,” ucapnya.
Ketua Bidang Komisi Fatwa MUI Jember itu mencontohkan, sebuah penelitian ilmiah yang sudah mempuyai hak paten sekalipun, bisa jadi gugur oleh temuan terbaru. Sehingga secara otomatis temuan hasil penelitian terdahulu, dianggap salah.
Sementara al-Qur’an tidak mungkin salah, karena kebenarannya mutlak dan berlaku sepanjang zaman. Oleh karena itu, Kiai Abdul Haris menghimbau siapapun untuk berhati-hati dalam menyikapi sebuah temuan.
“Maksud saya jangan sampai terjadi misalnya sebuah penemuan dianggap pengejawantahan dari ayat itu atau ayat ini. Sebab, jika kemudian terjadi penemuan baru yang menggugurkan temuan tersebut, lalu apakah ayat Al-Qur’an terkait salah,” urainya.
Ia menambahkan bahwa banyak orang pandai yang masuk Islam gara-gara penelitian yang dilakukan ternyata sesuai dengan ayat Al-Qur’an. Hal tersebut, menurut Kiai Abdul Haris, tidak masalah.
“Namun yang jelas, Al-Qur’an bukan kitab ilmu pengetahuan. Bahwa Al-Qur’an sumber ilmu pengetahuan, betul. Al-Qur’an adalah kitab suci yang kebenarannya bukan temporal, tapi mutlak,” jelasnya. (Aryudi Abdul Razaq/Muiz)