Yogyakarta, NU Online
Data pondok pesantren di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) calon penerima bantuan dana rehabilitasi gedung yang rusak akibat gempa 27 Mei 2006 dinilai kacau, karena ada dua versi data.
Kepala Seksi Kelembagaan Bidang Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Pekapontren) Kanwil Departemen Agama DIY Ridwan Priyanto di Yogyakarta, Rabu mengatakan semula pengumpulan data tersebut dikoordinir Depag Pusat, setelah Kanwil Depag DIY diminta untuk menyiapkan datanya hanya dalam waktu tiga hari sekitar awal Desember 2006.
<>"Rencananya dana yang akan digunakan adalah dari APBN-Perubahan 2006, mengingat sempitnya waktu karena sudah hampir pergantian tahun anggaran," katanya.
Namun, ketika sejumlah pejabat Depag Pusat berkunjung ke Yogyakarta, tiba-tiba mereka meminta kepada salah seorang tokoh pondok pesantren ternama di Yogyakarta, Arwan Bawis untuk mengumpulkan data yang sama, sehingga data yang sudah masuk ke Depag Pusat ada dua versi yaitu dari Depag DIY dan dari tim Arwan Bawis.
Kata Ridwan, data dari Depag DIY diperoleh dari data kerusakan pondok pesantren dan madrasah diniah. "Pendataan dilakukan sekitar bulan Juli 2006, dan mereka mendata berdasarkan tingkat kerusakan, yakni rusak berat, sedang dan rusak ringan," kata dia.
Tetapi, dalam SK Nomor DJ. II/512J yang diterima Kanwil Depag DIY memuat daftar calon penerima bantuan tersebut lebih cenderung menggunakan data dari Arwan Bawis.
Pihaknya sangat menyesalkan hal itu, karena yang digunakan Depag Pusat bukan data dari Kanwil Depag DIY. Ia mengatakan, alasan Depag Pusat menggunakan data dari Arwan Bawis adalah untuk kepentingan keseimbangan data atau sebagai ’secound opinion’ (data pembanding). "Akhirnya memang data dari tokoh pondok pesantren itu yang dipakai Depag Pusat," katanya.
Ridwan mengatakan, pihaknya tidak tahu-menahu kriteria apa yang digunakan, sehingga diperoleh data ada 65 pondok pesantren dan 23 madrasah diniah yang mendapat bantuan dana rehabilitasi pascagempa.
"Yang jelas dalam data yang diajukan Kanwil Depag DIY hanya mencantumkan tingkat kerusakan gedung, sementara data yang diajukan Arwan Bawis sudah lengkap dengan satuan harga maupun jumlah kerugian pondok pesantren dan madrasah diniah," kata dia.
Dibantah adanya ponpes fiktif
Ia mengatakan Kanwil Depag DIY membantah pihak-pihak yang menyebut adanya pondok pesantren fiktif terkait dengan pengajuan data calon penerima bantuan tersebut.
Tetapi, pihaknya membenarkan memang ada ponpes yang tidak aktif lagi selama satu tahun terakhir, yaitu Ponpes Al Ma’shum di Karangasem, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul.
Namun, menurut Kepala Bidang Pokapontren Kanwil Depag DIY Zainal Abidin, alasan tidak dicabutnya izin ponpes yang tidak lagi aktif itu karena peraturan tidak sama dengan peraturan izin mendirikan sekolah umum.
Kata dia, dalam peraturan izin mendirikan sekolah umum, bagi sekolah yang tidak ada siswanya bisa dicabut izin operasionalnya. "Tetapi peraturan itu tidak berlaku bagi pondok pesantren," katanya.
Sebab, pondok pesantren dianggap masih memiliki harapan untuk ’hidup’, meski diteruskan oleh anak atau cucu pendirinya. Menurut Zainal Abidin, surat izin mendirikan ponpes diberikan hanya satu kali, tanpa ada pengecekan lagi dari instansi yang berwenang.
Ia mengatakan munculnya tudingan adanya ponpes fiktif terkait dengan bantuan itu juga bermula dari pemuatan data penerima bantuan di majalah Bhakti yang diterbitkan Kanwil Depag DIY.
Di halaman 188 di majalah itu ada salah kutip nama ponpes, sehingga muncul dugaan ada ponpes fiktif, yaitu ponpes Al Fallah yang beralamat di Tadapan, Kecamatan Pandak, Bantul. Mestinya bernama ponpes Al Fatah dengan alamat Dadapan, Kecamatan Sewon, Bantul. "Uang Rp100 juta dari bantuan itu untuk ponpes yang bersangkutan masih disimpan di Kanwil Depag DIY," katanya.
Sedangkan adanya ponpes yang menerima bantuan dua kali (bantuan dobel), dananya telah didistribusikan ke ponpes lain yang berhak menerima.
Mengenai kasus dua madrasah diniah di Kabupaten Bantul yang merasa tidak memperoleh bantuan tetapi tercantum dalam daftar penerima bantuan yaitu Madrasah Diniah Nasrullah di Kecamatan Trirenggo Rp100 juta dan Madrasah Diniah Mistahul Ulum di Sarang, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambangliputo Rp75 juta, menurut dia setelah diusut ternyata melibatkan oknum Ketua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Bantul, Damanhuri.
"Yang bersangkutan kini telah di-non aktifkan, dan telah tiga kali dipanggil ke Kanwil Depag DIY, dan masalahnya diselesaikan secara kekeluargaan," kata Zainal Abidin. (ant/kut)