Lebak, NU Online
Ketua Fatayat NU Kabupaten Lebak, Banten, Siti Nurasiah mengimbau kepada sejumlah tokoh masyarakat untuk tidak ikut terlibat menyebarkan berita bohong atau hoaks. Hal itu karena mengakibatkan keresahan di masyarakat.
Menurutnya, di Kabupaten Lebak masih ditemukan sejumlah tokoh yang justru ikut menyebarkan ujaran kebencian dan berita bohong. Padahal, ucap dia, berita tersebut belum sama sekali dibaca dipahami tapi sudah disebarkan melalui media sosial.
"Berita bohong itu kan belum tentu keotentikannya, yang ada subjektif. Untuk itu seharusnya tokoh jangan ikut sebar hoax, karena yang disebarkan tokoh masyarakat percaya," katanya saat berbincang dengan NU Online di kediamanya di Kalang Anyar Kabupaten Lebak, Senin (21/1).
Ia menuturkan persoalan politik praktis dan persoalan keagamaan di masyarakat kini sulit dipisahkan. Sehingga masyarakat mudah terpancing sebab konten dalam berita bohong tersebut terus mengaitkan dengan agama tertentu.
"Padahal kalau kita mau menganalisis partai bukan ideologi, itu hanya kendaraan orang untuk mengabdi di pemerintahan. Jangan terus dikaitkan dengan agama," ucapnya.
Paling parah, kata Nurasiah, berita klarifikasi yang disampaikan tertuduh tidak dipercaya oleh masyarakat. Karena sudah menelan berita sebelumnya dengan konten fitnah dan ujaran kebencian.
"Jadi masyarakat itu sangat mudah terpancing, mudah percaya. Makannya ini yang kami sayangkan. Masih ditemukan tokoh yang menyebarkan berita bohong termasuk guru guru di sekolah," ujarnya.
Ia menjelaskan akan terus mengkampanyekan bahaya hoaks kepada masyarakat melalui pengajian di puluhan majelis taklim yang diurus Fatayat NU Lebak. Hal itu agar sosialisasi bahaya hoaks langsung diterima masyarakat.
Di masyarakat, lanjut dia, sulit mengubah paradigma soal kondisi kebangsaan saat ini. Mereka percaya kepada pihak pihak yang dianggap di kriminalisasi dan dibenci pemerintah. Padahal, kenyataanya tidak.
"Menurut kami, memang budaya mengaji kepada guru-guru yang jelas wujudnya perlu ditingkatkan. Zaman sekarang masyarakat belum begitu memahami bahaya medsos, sehingga masyarakat lebih senang mengaji pada media online, tidak langsung ke guru. Padahal masih banyak guru, hanya karena tidak sesuai dengan selera mereka, lalu memilih medsos," katanya.
Ia juga menyayangkan terkadang ASN di beberapa daerah justru menjadi pelaku dan penyebar ujaran kebencian, tidak sadar bahwa mereka adalah tauladan yang dicontoh oleh masyarakat sipil. (Abdul Rahman Ahdori/Kendi Setiawan)