Pamekasan, NU Online
Hewan yang sudah mati tidak punya arti lagi. Seutuhnya ia adalah bangkai. Tapi, tidak demikian halnya dengan manusia. Meskipun sudah tidak bernyawa, namun manusia masih “hidup” sehingga ada cara tersendiri untuk memperlakukannya.
Demikian ditegaskan Kiai Abdul Basid Mansur saat menjadi penceramah dalam Seribu Hari Wafatnya Nyai Hj. Ruqayyah sekaligus acara Ikatan Hajjah Muslimat NU (IHM) di Palengaan Daya, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan, Selasa (2/10).
Menurut Pengasuh Pesantren Nurul Jadid, Bungbaruh, Kadur, Pamekasan tersebut, manusia yang sudah tidak bernyawa tetap punya hak untuk disayangi oleh manusia yang masih bernafas.
Ia menerangkan, Islam mengatur tata cara dalam menyayangi orang yang sudah meninggal dunia. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh warga nahdliyin.
"Itu sudah tercover dalam sebuah hadis, yang artinya sayangilah oleh kalian terhadap mayit itu dengan cara kita berdoa dan sering bershodaqah untuknya," urai Kiai Basid.
Untuk itu, alumnus Pesantren Annuqayah Latee, Guluk-Guluk, Sumenep tersebut agar warga nahdliyin tidak ragu dalam melaksanakan tradisi an-nahdliyah seperti tahlilan, yasinan, muludan, dan tradisi-tradisi islami lainnya.
"Karena itu bagian dari ajaran Islam. Bukan bid'ah seperti yang kerap digaungkan oleh golongan-golongam yang dangkal dalam memahami ajaran Islam," tukas Kiai Basid. (Hairul Anam/Aryudi AR).