Jember, NU Online
Wakil Ketua DPRD Jember, Jawa Timur, Ayub Junaidi mengaku risih dengan banyaknya tempat hiburan malam (karaoke) di Jember, lebih-lebih pasca tertangkapnya pelaku penyalahgunaan narkoba di sebuah tempat karaoke.
Sebab, selama ini Jember disebut sebagai kota relijius dengan puluhan pesantren besar di dalamnya. Tidak hanya itu, Jember juga dikenal banyak melahirkan tokoh dan ulama nasional.
Pesantren-pesantren tersebut menjadi petunjuk tentang relijiusitas kota tembakau ini, bahkan Pemkab Jember sendiri sudah menjuluki diri sebagai kota relijius sejak lama.
“Kalau seperti ini, kita semua jadi malu. Katanya Jember kota santri. Kenyataannya banyak rumah karaoke yang berubah fungsi jadi tempat mabuk-mabukan,” ucap Ayub saat hearing dengan Polres Jember, Dinas Pariwisata, Disperindag, Satpol PP dan perwakilan rumah karaoke Star di ruang Banmus, Rabu (19/4).
Menurutnya, ini bertolak belakang dengan semangat Jember yang menamakan diri kota santri, kota relijius. Ia berharap agar label Kota Santri jangan sampai ternodai.
Dukungan terhadap lestarinya Jember sebagai kota santri juga disampaikan oleh Kapolres Jember, Kusworo Wibowo. Menurutnya, Jember yang telah lama mencanangkan diri sebagai kota santri harus tetap dipertahankan. Salah satu caranya adalah dengan menjaga dan menertibkan tempat-tempat hiburan malam.
"Kita juga gak kepingin Jember yang dilabel sebagai kota santri, menjadi luntur. Nanti timbul pertanyaan, pas eranya siapa itu luntur. Kita malu, masak di era kita Jember kehilangan nama kota santri. Mudah-mudahan jangan ya. Jadi kita pertahankan hal yang baik," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Jember, Anas Ma'ruf mengungkapkan bahwa jumlah rumah karaoke di Jember mencapai 10 buah. Dari jumlah tersebut hanya satu yang punya ijin menjual minuman keras, yaitu Aston.
"Karena itu, kita akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengadakan penertiban," jelasnya. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)