Bandung, NU Online
Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU Jawa Barat, Dodo Widarda, telah meluncurkan novel di Aula Utama Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, pada (14/5). Novel berjudul Risalah Cinta Sejati (RCS) tersebut menceritakan pergulatan tokoh utama bernama Indra dalam mencari cinta sejati dalam hidupnya.
<>
Indra adalah aktivis gerakan sosio-kultural Nahdlatul Ulama. Ia terlibat dalam berbagai advokasi kultural, terutama di Sumedang terkait dengan pembangunan waduk Jatigede. Waduk yang akan difungsikan pada September 2013, serta akan diresmikan Presiden SBY pada 2014. Dalam novel tersebut pembangunan waduk menghadapi masalah yang kompleks dan rumit.
Peluncuran novel dan sekaligus membedahnya, menghadirkan narasumber Muhammad Arisandhi Bahrum. Dalam pemaparannya, Arisandhi membidik novel itu terkait aktivitas tokohnya. Ia menyampaikan kaitan erat antara kandungan novel dengan fakta-fakta lapangan yang saat ini terjadi di Sumedang. Gerakan SPBS, menurut Arisandhi adalah sebagai upaya kreatif dari pemerintah serta tokoh-tokoh Sumedang untuk menghadapi permasalahan pembangunan tersebut berikut problem sosial yang mengikutinya.
Sementara narasumber kedua, sastrawati Chye Retty Isnendes membawakan makalah “Menimbang Keindahan Sastra Novel RCS karya Dodo Widarda”. Ia menyampaikan ulasan komprehensif dari sudut pendekatan sastra. Menurut Chye yang awalnya mengenal Dodo Widarda melalui dunia maya (FB), telah mengenal penulis sebagai bagian dari mimbar pendidikan UIN (akademisi).
Ketika membaca novelnya, aku dia, merasa menemukan Dodo Widarda lebih banyak dari yang diketahui sebelumnya, tentang pribadinya, aktivitasnya selagi mahasiswa, pekerjaannya, kesukaannya, pribadi-pribadi pengisi hatinya, latar belakang kehidupannya. Apakah itu benar-benar terjadi atau tidak, sebenarnya harus sudah dipisahkan ketika pengalaman itu menjadi karya, sebab dia sedang membaca fiksi, bukan biografi penulis.
Terlepas dari berbagai kekurangan yang ada, menurut peraih Hadiah Rancage ini, penulis novel RCS sangat piawai merangkai kata dan cerita yang kemudian disusunnya dalam 24 risalah. Selain itu, Sumedang dalam kenyataan dan Sumedang dalam fiksi tidak jauh berbeda. Dia juga merasa jatuh cinta pada Sumedang. Dia seolah mendapat sesuatu yang baru dari novel RCS tentang Sumedang ini.
Bagi dia Sumedang yang menjadi setting penting novel ini, adalah artefak masa silam yang masih bisa dicumbui, karena pasti setiap orang Sunda ingin tahu masa lalu kesundaannya, lebih jauhnya kerajaan Pajajaran. Di Sumedang jejak-jejak itu bisa disaksikan.
Oleh karena itu, hati-hatilah membangun Sumedang, pesan Chye. Janganlah para pejabat dan masyarakatnya tergoda industrialisasi dan modernisasi yang bagaikan monster itu. Hanya merusak tatanan lahir dan batini masyarakat saja! Hal terpenting dari pesan RCS, menurut Chye adalah upaya kembali ke khasanah budaya lokal walaupun seringkali tergagap-gagap ketika menghadapi globalisasi.
Peluncuran novel tersebut terselanggara berkat kerjasama antara PW Lesbumi Jawa Barat, HMJ Aqidah Filsafat fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS) serta Komunitas Seniman Tradisi (KOMSTRAD) Jawa Barat.
Kegiatan berlangsung setelah Isya sampai 24.30 malam itu dihadiri sekitar 150 orang peserta. Tampil pula beragam bentuk seni dari mulai hadrah santri-santri pondok pesantren Universal, Dramatic Reading oleh Lesbumi Jawa Barat, kecapi suling SPBS, Julian Ashari & Fisip Band, serta pembacaan puisi oleh Teater Obor. Pada puncak acara, tampil dedengkot Krakatau Band, Yoyon Darsono dengan KOMSTRAD, menampilkan kekayaan seni tradisi Jawa Barat dalam bentuk kecapi suling, biola maut serta lawak Sunda.
Penulis: ABdullah Alawi