Daerah

Kiai Pengajar Buta Huruf Itu Kini Telah Tiada

Senin, 20 November 2006 | 06:04 WIB

Warga Nahdlatul Ulama (NU) Lamongan, Jawa Timur, kembali kehilangan seorang kadernya. KH Muniron Fauzi, Rais Syuriah Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Turi Kabupaten Lamongan wafat pada usia 48 tahun, pada Jumat (17/11) lalu. Almarhum dikenal sebagai sosok yang getol berjuang di dunia pendidikan dan syiar agama Islam. Catatan berikut tentang sepak terjang kiai asal Desa Keben, Kec Turi, Kab Lamongan yang juga sebagai santri dan pengajar di Ponpes Langitan Tuban.

Bagi warga NU Lamongan, tampaknya nama Kiai Muniron--demikian panggilan akrabnya--tidak asing lagi. Sebab, ia dikenal sebagai sosok yang getol dalam syiar agama Islam. Selain masih aktif sebagai pengajar di Ponpes Langitan Tuban, ponpes pimpinan KH Abdullah Faqih itu, ia juga aktif mengajar di TPQ di desa setempat dan dalam bermasyarakat.

<>

Di tengah kesibukannya sebagai tenaga pengajar dengan urusan rumah tangganya sendiri, ia juga masih bisa menyempatkan diri untuk mengisi pengajian rutin yang diadakan Fatayat NU maupun Muslimat NU desa setempat. Selain itu, suami Umi Kholifah (38) itu sebagai pengajar program pendidikan Paket C (pemberantasan buta huruf) di desanya. ”Beliau memang aktif dalam kegiatan-kegiatan seperti itu,” kata Achmad Choiri, keponakan almarhum yang juga dibenarkan Sulhan, kakak ipar almarhum di rumah duka, Ahad (19/11).

Namun, pada usianya yang belum tua itu tepatnya 48 tahun, Kiai Muniron sudah tutup usia, Jumat (17/11) sekitar pukul 15.30 WIB. Almarhum meninggal dunia sehari setelah pulang, setelah satu minggu dirawat di RSUD dr Soegiri Lamongan karena sakit tifus. “Padahal saat itu, almarhum sudah diperintahkan dokter untuk pulang (yang berarti dinyatakan sembuh-red),” aku Achmad Choiri.

Ribuan umat mengiringi kepergian almarhum. Almarhum dikebumikan di pemakaman umum desa tempat tinggalnya, sekitar pukul 21.00 WIB. Karena terlalu banyak umat yang hadir, sehingga shalat jenazah dibagi menjadi 11 gelombang. Bukan hanya masyarakat umum saja yang hadir pada sore hari itu, tapi juga para tokoh dan ulama beserta pengurus NU dan PKB Lamongan juga hadir.

Antara lain Ketua PCNU Lamongan, KH Abdullah Ma’un, Ketua DPC PKB setempat H Makin Abbas, mantan Ketua DPC PKB KH. Abdus Salam, mantan Ketua PCNU setempat KH Masnur Arief SH dan sejumlah tokoh lainnya. Keluarga besar Ponpes Langitan juga hadir antara lain Gus Ali, Gus Munif, Gus Said dan Gus Ubaid (KH.Ubaidilah Faqih). Bahkan Gus Ubaid yang menjadi imam rombongan jamaah salat jenazah terakhir, dari 11 gelombang salat jenazah, serta menjadi pemimpin dalam pemakaman almarhum.

Almarhum meninggalkan 4 putra, antara lain Suhaib Najih (17) yang tengah duduk di kelas 3 di MA Ponpes Mambaus Sholihin, Suci Gresik, Muhammad (11), Muhammad Amar (6) dan Habib Khudaifah (1,3).

Begitu lulus MI, tutur Sulhan yang disaksikan Suhaib Najih anak tertua almarhum itu, almarhum melanjutkan di PGA Lamongan. Usai lulus di pendidikan guru agama ini, almarhum mondok di Ponpes Langitan selama 14 tahun. Setelah lulus, anak pasangan suami istri Fauzan dan Umu Qulsum itu dipercaya KH. Abdullah Faqih menjadi pengajar di Ponpesnya itu.

”Ketika masih bujang, almarhum menetap di Ponpes Langitan. Tapi setelah mempunyai anak satu, almarhum terpaksa pulang pergi ke Ponpes Langitan, karena ada tuntutan keluarga. Bahkan ketika wafat, masih mengajar di Langitan,” katanya. (Kadam Mustoko)


Terkait