Tegal, NU Online
Namanya sempat viral di media sosial, usai kegiatan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di Alun-alun Kajen Pekalongan beberapa waktu lalu. Dialah, Sanadi (73) Banser Asal Desa Kalisalak Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Meski tergolong Banser sepuh, ia tetap semangat dan aktif mengikuti kegiatan Banser.
Dari data yang dihimpun NU Online, Pria kelahiran Tegal 31 Desember 1945 itu, aktif sebagai Banser sejak berdirinya GP Ansor di Desa Kalisalak di bawah pimpinan Abas sekitar tahun 1964 sampai periode GP Ansor Kalisalak dipimpin Ustadz Masykur, Mursidi, A Basori, Nanang Kosim hingga sekarang kepengurusan (2018) di bawah Khasanudin masih setia mengikuti kegiatan-kegiatan Banser.
Bagi Mbah Sanadi, menjadi Banser merupakan panggilan jiwa untuk mengabdi pada NU dan negara. Meskipun terkadang anaknya mencegah untuk mengikuti kegiatan Banser, mengingat usia beliau.
"Motivasi saya ikut Banser, karena ingin bela agama dan negara. Meski saya orang biasa yang tidak punya apa-apa, saya ingin menjadi orang yg bermanfaat hingga akhir hayat. Meskipun dengan ikut Banser tidak mendapat upah, yang penting ikhlas ingin bela agama dan negara," ungkap Mbah Sanadi kepada NU Online, Sabtu (1/12).
Pria yang bekerja sebagai buruh tani dan buruh serabutan itu mengisahkan, sejak tahun 1964, ketika Zaman PKI sudah berjuang di Banser.
Salah satu Pengalaman menariknya yakni ketika Diklatsar Banser yang diikutinya pada 2004 lalu di Danawarih Kecamatan Balapulang. Kala itu padahal umurnya sudah 60 tahun, sehingga sampai panitia penyelenggara hampir menolaknya menjadi peserta. Lantaran sudah sepuh. Tetapi dengan semangat yang luar biasa dan keinginan keras akhirnya tetap diperbolehkan mengikuti Diklatsar.
"Atas semangatnya mengikuti kegiatan Diklatsar itu, Ketua PC GP Ansor Kabupaten Tegal saat itu Ali Murtado serta Satkornas Banser H Tatang Hidayat memberikan penghargaan sebuah Pin Banser sebagai penghormatan dedikasi di kesatuan Banser," terang mantan Ketua PAC GP Ansor Margasari Basori.
Mbah Sanadi akan merasa gela (kecewa) seandainya dalam kegiatan ke-Banser-an tidak dihubungi. Bahkan beliau menganggap, jika tidak dikabari/diberitahu berarti beliau tidak diakui oleh ulama, karena sudah merasa jadi tentaranya Ulama.
"Salam Banser NU. Uripku diniati ngintil (ikut-red) Ulama. Muga-muga nang akherat bisa di cawe-cawe bareng nang surga (semoga di aherat, bisa ikut bersama di surga-red). Aamiin," ungkapnya. (Nurkhasan/Muiz)