Boyolali, NU Online
Daerah kawasan Pengging, Boyolali, Jawa Tengah, menyimpan banyak peninggalan sejarah di era keemasan Keraton Surakarta masa lampau. Di antara yang masih terawat dengan baik yakni Masjid Cipto Mulyo, yang terletak di Desa Bendan Kecamatan Banyudono. NU Online berkesempatan mengunjungi masjid tua ini, belum lama ini (26/9).
<>
Menurut penjelasan Suwaldi, salah seorang tokoh masyarakat di wilayah Pengging, Masjid Cipto Mulyo didirikan PB X di tahun 1909 M. Pembangunannya diperkirakan hampir bersamaan dengan pendirian Sanggrahan Ngeksipurna, salah satu tempat peristirahatan para kaum bangsawan Keraton Surakarta.
“Dan keberadaan Masjid Cipto Mulyo yang berbatasan langsung dengan makam pujangga RNg Yosodipuro, sebagai pelengkap kebhinekaan yang ada di wilayah Pengging sendiri,” imbuh Suwaldi.
Tentang waktu pembangunan masjid ini, tertera dalam sebuah tulisan beraksara Jawa yang dipajang di depan masjid, bertuliskan Adegipun Selasa Pon, Kaping 24 Jumadilakhir 1838 atau sekitar 1909 M ini menjadi pusat penyebaran Islam di daerah tersebut hingga sekarang.
Cipto Mulyo sendiri memiliki arti pikiran akan kemuliaan, yang juga bisa ditafsirkan sebagai kesejahteraan. “Masjid Cipto Mulyo diharapkan bisa menjadi tempat yang mendatangkan kesejahteraan, dan ketenteraman dunia akhirat,” ungkapnya.
Dilihat dari sisi arsitektur, bangunannya pun terasa unik karena merupakan perpaduan nuansa Jawa dan Eropa. Di mana desain secara garis besar masjid ini adalah limasan menyerupai pendapa Jawa klasik bergaya kuncung semar dengan pilar-pilar kayu jatinya, namun tembok dan kekokohan dindingnya layaknya bangunan Eropa tempo dulu.
Selain itu, juga terdapat beduk dan kentongan yang diletakkan di sisi kanan serambi masjid. “Beberapa kali sudah dilakukan renovasi, tetapi hanya bagian atap dan lantai saja. Namun secara garis besar masih utuh dan sesuai dengan aslinya,” ujar Suwaldi. (Ajie Najmuddin/Mahbib)