Surabaya, NU Online
Sejumlah upacara diselenggarakan hari ini dalam rangka hari kesaktian Pancasila. Setidaknya ada tiga nilai yang dapat diambil dari tradisi peringatan awal bulan Oktober tersebut.
“Peringatan hari kesaktian Pancasila sebagai bentuk syukur kepada para pahlawan yang meletakkan nilai dasarnya. Karena man lam yasykurinnas, lam yasykurillah. Artinya, siapa saja yang tidak bersyukur kepada manusia, hakikatnya juga tidak bersyukur kepada Allah,” kata Wasid Manshur, Senin (1/10).
Dalam pandangan desen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tersebut, peringatan layak dijadikan bukan sekadar rutinitas tahunan, tapi layak dijadikan sebagai momentum refleksi. “Untuk menjadikan Pancasila secara istiqamah sebagai dasar nilai kita berbangsa dan bernegara sebagai individu maupun sebagai komunitas,” katanya dosen pascasarjana UIN Sunan Ampel ini.
Karena itu, ada tiga hal yang layak disadari dengan semangat refleksi tersebut. Pertama, Pancasila adalah ideologi bangsa yang hadir sebagai perekat antaranak bangsa yang sejak dini berada dalam lingkup kebinekaan.
“Setiap individu pasti punya primordialisme atas dirinya berasal dari mana dan atas nama siapa. Tapi, Pancasila mampu meleburkan kebanggaan primordial untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jelas Wasid.
Sedangkan kedua, Pancasila bukan agama dan bukan sekuler. “Bukan agama sebab Pancasila tidak dihadirkan untuk atau diambil dari nilai agama tertentu, termasuk Islam. Tapi,lima nilai dasar Pancasila tidak bertentangan dengan Islam,” ungkap pegiat Pimpinan Wilayah Rijalul Ansor Jawa Timur ini.
Hal tersebut dapat dibuktikan misalnya tentang ketuhanan, keadilan dan lain-lain dipastikan ada penegasannya, baik Al-Qur'an maupun hadits. Dan Pancasila bukanlah ideologi seluler sebab perumusannya melibatkan kelompok nasionalis dan kelompok islamis. “Sehingga dalam kandungannya masih berada nilai Islam khususnya, kaitan keesaan Tuhan,” urainya.
Dan yang ketiga, upaya merongrong keberadaan Pancasila, baik dari kelompok yang mengatasnamakan agama atau kelompok adalah ancaman bagi keragaman bangsa. “Ketika bangsa terancam, dipastikan harmoni antaranak bangsa akan terancam sehingga akan muncul segerombolan orang yang bergerak merasa paling benar dan yang lain salah,” katanya.
Kesaktian Pancasila ke depan mengalami berbagai tantangan. Pastinya, bisa muncul dari eksternal dan internal. “Karenanya, tidak ada langkah kecuali ikat ingatan dan praksis tindakan kita agar sesuai dengan nilai luhur Pancasila sebagai perekat anak bangsa, dan kita memang ditakdirkan hidup bersama dalam perbedaan,” tandasnya. (Red: Ibnu Nawawi)