Pagar Nusa ingin mengembangkan pencak silat tanpa mengabaikan kearifan lokal. Sebab, ketika kearifan lokal diacuhkan, maka ia sangat berpotensi menimbulkan ketegangan, bahkan benturan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Ketua PW Pagar Nusa Jawa Timur H Faidhul Mannan saat memberikan pengarahan dalam acara Ujian Kenaikan Tingkat (UKT) di Pondok Pesantren Al-Qodiri, Gebang, Jember, Ahad (10/12).
Menurutnya, Pagar Nusa akan mengakomodasi kelompok silat manapun untuk bergabung, membangun kekuatan demi kejayaan NU, bangsa dan negara. "Oleh karena itu, saya mengajak bagi warga (pesilat) NU yang masih berada di mana-mana, mari kembali ke habitat aslinya. Sekarang NU sudah punya wadah pesilat resmi, yaitu Pagar Nusa," ucapnya.
Pria kelahiran Situbondo itu menambahkan bahwa di tubuh Pagar Nusa sendiri cukup beragam aliran silat sesuai dengan budaya daerah, misalnya aliran Cimande, Kuntu, Gasmi, Pamor (Pamekasan), Jokotole, Bawean, dan sebagainya. Aliran-aliran silat tersebut tetap bisa eksis, bahkan dikembangkan dengan catatan platform dan visi misinya harus mengikuti Pagar Nusa.
"Kalau di Jember berkembang aliran Cimande, ya tidak apa-apa. Silakan diakomodasi, dan ciri khas Cimandenya tak akan hilang, namun tetap harus mengikuti garis besar Pagar Nusa," ungkapnya.
Ketua Pencak Silat Pagar Nusa Jember H Fathorrozi menegaskan bahwa kegiatan UKT dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan kapasitas para pesilat secara berjenjang sehingga semakin lama semakin banyak pesilat yang memenuhi kualifikasi. "Saya punya target, dalam lima tahun kedepan minimal ada 5000 pelatih," tukasnya saat memberikan sambutan.
UKT itu sendiri diikuti oleh 600-an pesilat Pagar Nusa yang datang dari berbagai kecamatan di Kabupaten Jember. Hadir dalam acara tersebut, fungsionaris Pimpinan Pusat Pagar Nusa Lora Fadil Muzakki yang menjadi tuan rumah, Wakil Ketua PCNU Jember H Misbahus Salam. (Aryudi A Razaq/Alhafiz K)