Daerah

Pelajar Perlu Kembangkan Sikap Moderat

Rabu, 2 Oktober 2013 | 10:00 WIB

Kudus, NU Online
Ketua Jurusan Ushuluddin STAIN Kudus  Hj Umma Farida mengajak para pelajar mengembangkan sikap keberagamaan yang moderat. Dengan bersikap demikian, akan cenderung memberikan ruang bagi yang lain untuk hidup dan menjauhi tatharruf (ekstrem).
<>
“Melalui sikap moderat, maka orang lain yang mempunyai keyakinan, pandangan hidup dan gaya hidup berbeda adalah suatu kewajaran dan kemungkinan dalam kehidupan,” katanya dalam workshop bertema Menangkal radikalisme agama dan sosial di kalangan pelajar yang diadakan PCIPNU-IPPNU bekerjasama BEM STAIN Kudus, Jawa Tengah, di kampus tersebut, Rabu (25/9). 

Di depan ratusan pelajar MA/SMA se-Kudus, Farida memaparkan di antara sikap moderatisme adalah menampilkan ajaran Islam yang memiliki moralitas universal dan didalamnya terkandung moralitas agamanya. Agama apapun akan mengajarkan kemanusiaan,cinta dan kasih sayang, keadilan, kesetaraan, keselamatan dan kedamaian. 

“Persoalan kemanusian itu persoalan universal sehingga harus diusung oleh semua pemeluk agama,” terangnya. 

Dosen lulusan Kairo ini menambahkan upaya menangkal radikalisme harus selalu menggalang pemahaman agama yang tidak sempit dengan klaim kebenaran yang eksklusif. Kesadaran itu bersumber dari pemahaman bahwa ada perbedaan teologis dan tirual yang tidak terbantahkan tetapi juga ada dimensi humanitas yang dapat dipertemukan. 

“Sebab kita tahu, faham agama yang eksklusif akan berdampak terhadap penyangkalan diversitas kepemelukan agama yang memang menjadi keniscayaan di dunia ini,” ujar Farida. 

Disamping itu, tandas dia, perlu pendekatan yan dilakukan lebih kosntektualdan rasional dalam bingkai kesantunan, keramahan dan kedamaian. Rahmat Islam tidak hanya terletak pada keluhuran ajarannya (internal), melainkan juga kesantunan dakwahnya (eksternal). 

Pada kesempatan itu, Farida memberikan argumen bantahan terhadap kelompok yang mengkafirkan sesama muslim. Diterangkan, mengkafirkan seorang muslim adalah kekafiran sebagaimana hadits Nabi “siapa yang mengatakan kepada saudara muslimnya “hai Kafir”, maka ia telah kafir”. 

“Begitu juga membunuh sesama muslim menyebabkan kekufuran. Sabda Rasulullah: mencela seorang, Muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran,” jelasnya. 

Terkait tuduhan pemerintah toghut, Farida menjelaskan sejauh pemerintah tidak memerintahkan maksiat kepada Allah dan tidak menghalangi pelaksanaan ajaran Islam, maka pemerintah itu sah dan boleh ditaati. 

“Istilah “toghut’ yang asli adalah berhala yang disembah, bukan pemerintahan atau sistem,” tandasnya singkat. (Qomarul Adib/Abdullah Alawi)


Terkait