Daerah

Pemimpin yang Adil Tak Perlu Kampanye

Ahad, 20 Mei 2018 | 03:30 WIB

Jember, NU Online
Pemimpin yang adil adalah salah satu dari tujuh golongan yang akan mendapat naungan dari Allah saat tidak ada naungan sama sekali kecuali dari-Nya. Kenapa? Sebab menjadi pemimpin yang adil tidak gampang. Tantangannya  berat. 

Hal tersebut diungkapkan Rais Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kalisat, KH Abd Rahman Al-Jambuany saat menyampaikan ceramah Ramadhan di Masjid Besar Albarokah, Kalisat, Jember, Jawa Timur, Sabtu (19/5).

Sambil menukil sebuah hadits Nabi yang terkait dengan hal tersebut, Kiai Abd. Rahman menjelaskan bahwa adil sangat dicintai Allah dan manusia. Sebab, berperilaku adil itu lebih dekat kepada taqwa. “Jadi definisi adil sebenarnya adalah takwa, yaitu menjalankan segala perintah Allah, dan menjauhi segala lararagan-Nya,” katanya. Sehingga pemimpin yang takwa tidak akan berat sebelah dalam mengambil kebijakan, tindakannya proporsional dan sebagainya, lanjutnya. 

Menurutnya, cukup banyak orang yang mau menjadi pemimpin. Mereka mengincar jabatan-jabatan ‘basah’, mulai dari level kepala desa hingga presiden. Masing-masing berebut dan berlomba dengan setengah mati untuk meraih posisi itu.  Namun nyatanya setelah meraih jabatan, mereka lupa kepada rakyat. Keadilan juga tiada. Hukum tidak berwibawa. 

“Pemimpin yang seperti itu menjadi malapetaka bagi rakyat dan bagi dirinya sendiri,” ungkapnya.

Pemimpin yang adil dan berpihak kepada rakyat, sesungguhnya adalah modal di kepemimpinan berikutnya. "Jadi siapapun ketika menjabat sudah bagus, tidak usah berkampanye, insyallah jadi lagi," kata Pengasuh Pondok Pesntren Nurul Huda, Kalisat itu.

Selain pemimpin yang adil, enam golongan lain yang mendapat naungan dari Allah yakni pemuda yang rajin beribadah, laki laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah.

Juga laki-laki yang diajak berzina oleh seorang perempuan cantik dan memiliki kedudukan tinggi, namun ia berkata aku takut kepada Allah. Termasuk golongan ini adalah orang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.

Sedangkan yang terakhir orang yang berdzikir pada Allah dalam keadaan sendiri sehingga kedua matanya meneteskan air mata.

“Tiap-tiap golongan itu mempunyai keistimewaan tersendiri, namun tidak bisa berdiri sendiri. Misalnya seseorang sudah  rajin beribadah,  tapi ada perempuan cantik ternyata tidak kuat. Bagaimana dia bisa mendapat naungan Allah,” urainya (Aryudi Abdul Razaq/Ibnu Nawawi).



Terkait