Tanggal 17 Agustus merupakan momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia. Masyarakat mengenangnya sebagai hari diproklamasikannya kemerdekaan oleh Soekarno dan Hatta. Berbagai kegiatan mereka selenggarakan untuk memperingati hari spesial ini, seperti yang dilakukan komunitas Padepokan Dakwah Sunan Kalijaga (Padasuka).
Rabu (16/8) malam, komunitas pimpinan KH Syarif Rahmat tersebut menggelar Munajat Anak Negeri di Tanah Kusir, Kebayoran Lama. “Ada yang khas dari rangkaian acara ini, yaitu lokasi munajat yang dilakukan di pemakaman, tepatnya makam Proklamator Bung Hatta,” ungkap penyelenggara acara Ali Rahman saat ditemui di sela-sela kegiatan.
Menurutnya, kegiatan ini adalah upaya untuk mengenang jasa pahlawan sekaligus mendoakannya. Ia menilai generasi sekarang mulai lupa akan sejarah. Bila tokoh saja lupa, tambahnya, apalagi nasihat-nasihatnya.
Di beberapa daerah, menurutnya acara yang sama juga diselenggarakan. Seperti halnya Cilacap yang mengadakan Kirab Budaya di makam Prabu Siliwangi dan Madura dengan mengadakan doa bersama di makam Kiai Kholil Bangkalan.
“Bahkan, Munajat Lintas Agama pun juga pernah diselenggarakan di makam I Gusti Ngurah Rai”, tambahnya.
Acara yang diawali dengan Syiiran Gus Dur itu juga mengangkat tema pakaian Nusantara, yaitu blangkon sebagai penutup kepala yang dipakai oleh para tamu yang hadir. Upaya mengangkat tradisi itu, menurut penyelenggara acara, sebagai penguatan jati diri bangsa.
Membalas Penghormatan
Pemimpin Padepokan Syarif Rahmat yang turut hadir juga menjelaskan dalam ceramahnya mengenai alasan mengapa tempat yang dipilih adalah pemakaman.
“Kalau Bung Karno dan Bung Hatta juga para pahlawan yang lain telah memberikan penghormatan, memuliakan kita semua, membuat kita bisa menikmati hidup senyaman ini, maka sepatutnya kita juga memberikan balasan penghormatan sebaik-baiknya,” ujar anggota Dewan Kebudayaan Lesbumi yang akrab disapa Kiai Syarif.
Menurutnya, konsep dasar dari hal itu terdapat dalam QS. An-Nisa’ ayat 86. “Jika kamu dihormati dengan satu penghormatan, balaslah oleh kamu penghormatan itu dengan lebih baik dari dia. Atau sekurang-kurangnya balas seperti apa yang kamu terima dari dia. Tidak boleh kurang,” tambahnya.
Kiai Syarif mengatakan, tidak ada yang lebih baik daripada Al-Qur’an. Oleh karena itu, pada rangkaian kegiatan tersebut juga dibacakan munajat, yaitu rangkuman dzikir dan seluruh doa yang ada di dalam Al-Qur’an.
Pria yang menjabat sebagai Dosen PTIQ dan IIQ itu juga mengungkapkan bahwa satu huruf Al-Qur’an bernilai ganjaran sepuluh, maka alif lam mim itu bernilai tiga puluh.
“Sekarang yang kita baca malam ini bukan sekadar alif lam mim, tetapi mutiaranya Al-Qur’an. InsyaAllah tidak jelek-jelek amat penghormatan kita kepada mereka,” pungkasnya. (M. Ilhamul Qolbi/Mahbib)