
Ini pun memompa semangat masyarakat khususnya lembaga pendidikan untuk menjadikan tahfidzul Qur’an sebagai kurikulum inti dalam pembelajaran.
Pringsewu, NU Online
Akhir-akhir ini tren menghafalkan Al-Qur’an di masyarakat Indonesia terus meningkat. Bukan hanya usia dini, para orang tua juga mulai banyak yang menghafalkan Al-Qur’an baik 30 juz maupun juz 30. Para orang tua juga mulai gemar menitipkan anaknya di rumah-rumah tahfidz dan berharap anaknya mampu menghafalkan Al-Qur’an.
Tren positif ini juga disambut dengan mulai terbukanya lembaga atau instansi tertentu yang memberi kesempatan pada para penghafal Qur’an untuk diterima tanpa tes serta mendapatkan beasiswa. Berbagai perguruan tinggi, lembaga pemerintahan, dan lembaga-lembaga lain memberi perhatian lebih pada para hafidz dan hafidzah.
Ini pun memompa semangat masyarakat khususnya lembaga pendidikan untuk menjadikan tahfidzul Qur’an sebagai kurikulum inti dalam pembelajaran. Siswa yang mampu menghafal Al-Qur’an dinilai sebagai anak yang cerdas dan memiliki kelebihan tersendiri dibanding yang lain.
Terkait hal ini, Bupati Pringsewu, Lampung KH Sujadi mengingatkan kepada orang tua dan para penghafal Al-Qur’an untuk menata niat dengan benar saat akan menghafalkan Al-Qur’an. Jangan sampai memiliki niatan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat keduniawian.
“(Menghafal Qur’an) Ini tentu sangat bagus dan mulia. Tetapi kalau hafalannya nantinya dijadikan profesi untuk meraih hajat dunia tentu harus diluruskan. Karena menghafal Al-Qur’an adalah upaya mendekatkan diri pada Allah untuk menjaga ayat-ayat Allah,” jelasnya pada Kajian Tafsir Al-Qur’an rutin yang diasuhnya dan dilaksanakan setelah shalat shubuh secara virtual, Selasa (20/4).
Ia berharap kepada para penghafal Al-Qur’an untuk dapat mencontoh para ulama dan para pendahulu yang menjadi hafidz dan hafidzah. Mereka, menurut Alumni Pesantren Al-Asy’ariyah Kalibeber Wonosobo Jawa Tengah ini, benar-benar mampu menjaga niat serta hafalan mereka dengan baik. Selain memiliki silsilah keilmuan yang jelas, para hafidz zaman dahulu juga menjadi sosok yang spesial karena keikhlasan dalam menghafal Al-Qur’an.
Pahami Al-Qur’an dengan benar
Setelah menghafalkan dengan niat yang benar, para penghafal Al-Qur’an juga harus mampu memahami makna ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan benar, baik secara teks maupun konteks. Pemahaman yang tidak komprehensif terhadap ayat Al-Qur’an lanjut Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pringsewu ini, akan bisa membahayakan khususnya bagi para generasi muda.
Abah Jadi, panggilan karib Kiai yang energik ini, memberi contoh efek pemahaman yang melenceng terhadap ayat Al-Qur’an dari sosok Abdurrahman bin Muljam al-Murādi. Pria yang terkenal dengan nama Ibnu Muljam ini adalah seorang hafidz Al-Qur’an yang tertulis dalam sejarah telah membunuh Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Muljam yang terkenal shaleh dan rajin beribadah ini, dengan tega menghabisi nyawa Sahabat Ali bin Abi Thalib RA karena memiliki pemahaman salah tentang ayat dari surat Al-Maidah ayat 44-47. Pada ayat 44 ini terdapat kalimat “Man lam yahkum bima anzalallahu faulaika humul kafirun” yang artinya “Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.”
Ayat ini diulang kembali pada ayat 45 dan 47 dengan akhir redaksi berbeda yakni "faulaika humud dzalimun" dan "faulaika humul fasiqun" yang artinya “maka mereka itulah orang-orang dzalim” dan "maka mereka itulah orang-orang fasiq”
Ibnu muljam memaknai ayat ini secara tekstual dan menjadikannya sebagai dalil untuk membunuh Ali karena dianggapnya sudah berhukum kepada selain Allah. Padahal ayat ini menurut Abah Jadi, sangat luas sekali pemaknaannya.
“Ayat ini juga yang selama ini digunakan untuk mendoktrin orang-orang untuk melakukan tindakan terorisme yang mengatasnamakan agama. Dengan ayat ini, seseorang bisa didoktrin hanya dalam waktu dua jam,” ungkap Abah Jadi.
Oleh karenanya, Abah Jadi mengingatkan para orang tua dan generasi muda untuk berhati-hati terhadap pemahaman-pemahaman ekstrem saat ini yang senang memotong-motong ayat Al-Qur’an dan menafsirkannya sesuai dengan kepentingannya. Di antara kepentingan tersebut seperti untuk motif politik, dendam, ataupun kecemburuan sampai dengan menghukumi Indonesia sebagai negara kafir yang wajib diperangi.
“Sehingga para pelajar dan mahasiswa di kampus harus diberi pemahaman yang cukup dalam memahami ayat Al-Qur’an dengan memahaminya secara komprehensif baik tekstual maupun kontekstual,” harapnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan