Jember, NU Online
Indonesia memasuki masa-masa yang sangat sulit saat ini. Perseteruan politik sebelum dan setelah Pilpres memasuki fase yang paling menegangkan dalam sejarah Pemilu di Indonesia. Politik identitas yang terus dihembuskan membuat perseteruan semakin tajam dan seolah tanpa ujung.
“Politik identitas (keagamaan) yang boleh dikata sebagai biangnya, semakin mengkritstal sebagai amunisi politik,” tukas Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jember, Gus Muis Shonhaji saat memberikan pengarahan dalam Silaturrahim Lintas Agama, Lintas Elemen Masyarakat & Lintas Generasi di Jember, Selasa (30/4) malam.
Gus Muis menambahkan, kondisi tersebut tentu sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, sentimen keagamaan bisa menjadi sumbu pendek yang dapat membakar, dan bahkan menghancur-leburkan bangunan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
“Dari sini kehancuran sebuah bangsa bisa bermula. Politik identitas harus dihilangkan. Jangan sedikit-sedikit atas nama agama, bela Islam dan sebagainya ,” lanjutnya.
Ia lalu memaparkan analisanya terkait kondisi politik kekinian. Dikatakannya, awal hancurya negara-negara timur tengah semisal Libya, Suriah, dan sebagainya hampir mirip dengan pola yang terjadi di Indonesia saat ini. Awalnya di negara-negara tersebut, dimunculkan opini ketidakpercayaan kepada pemerintah. Karena pemerintah sudah tidak dipercaya, maka terbitlah wacana diundangnya pihak luar (asing) untuk menjadi ‘penengah’.
“Akhirnya seperti yang sudah kita saksikan, negara-negara itu saat ini hancur, mengerikan. Kita berdoa kepada Allah semoga Indonesia dijauhkan dari itu semua,” urainya.
Semenetara itu, dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua PCNU Jember, HM Misbahus Salam berharap agar jalinan silaturrahim antar tokoh lintas agama perlu ditularkan dalam skop yang lebih luas, yaitu di kalangan masyarakat akar rumput.
“Ini penting untuk melebur adanya perbedaan pilihan politik yang pernah terjadi, baik dalam satu agama, maupun dengan lain agama,” jelasnya.
Terkait Pemilu, H Misbah mengimbau agar masyarakat mempercayakan sepenuhnya kepada penyelenggara Pemilu (KPU). Ia mengaku yakin bahwa KPU netral, jujur, dan transparan. Sebab, selain adanya pengawasan yang ketat dari berbagai LSM dan elemen masyarakat, juga pengawasan dari Bawaslu.
“Dan jangan lupa KPU itu bukan lembaga yang dibentuk pemerintah, tapi dibentuk oleh DPR yang anggotanya lintas partai, termasuk partai oposisi,” jelasnya. (Aryudi AR).