Sleman, NU Online
Adalah Samsul, kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), pada malam takbiran, mementaskan wayang Ma’el Gugat di aula sekretariat PMII Komisariat Wahid Hasyim Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman, Yogyakarta, pada Senin malam (14/10).
<>
Pentas yang dimulai pukul 20.00 tersebut, menceritakan anak bernama Ma’el. Ia mendapat titah atau tugas untuk ngawula (mengabdi).
Alkisah, di Kahyangan terjadi kebakaran. Ma’el turun tangan untuk membangunnya kembali. Pada kenyataannya, kebijakan-kebijakan kerajaan tidak sesuai dengan kemaslahatan. Maka Ma’el berupaya untuk mengembalikan kebijakan sesuai nilai Tuhan.
Di tengah pergulatan itu, ia dihadapkan pada cobaan besar yang turun dari Kahyangan lewat ayahandanya, Brehem.
Sebelumnya, pada suatu malam, ketika Brehem sedang bertapa di bukit Nuun, ia ditemui kakek jelmaan Sang Hyang Ismaya. Kakek itu membawa kabar bahwa anak laki-lakinya telah usai menjalankan tugas di muka bumi dan Kahyangan. Sudah saatnya anaknya itu kembali menghadap Sang Hyang Moho Tunggal. Singkat kata, kakek itu menyuruh Brehem untuk membunuh anaknya, Ma’el.
Akhirnya, Ma’el menyadari, untuk menyempurnakan titahya sebagai ngawulo, diserahkanlah raga dan nyawanya untuk membuktikan kengawuloannya sebagai hamba. Ma’el pun menusukkan keris ayahnya ke dadanya sendiri dengan diiringi tangis Brehem, ayah yang sangat mencintainya.
Setelah Dalang Samsul menyelesaikan perjalanan cerita pewayangannya, ia mengajak hadirin untuk mengumandangkan kalimat takbir khas lebaran yang telah menjadi suatu kebiasaan, atau mungkin sudah bisa dibilang sebagai kebudayaan.
Kemudian, lantunan takbir tersebut disambut dengan parade tadarus puisi beberapa kader PMII UII. Di antara mereka, membawakan puisi-puisi tokoh terkenal seperti karya Wakil Rais Aam PBNU KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus), Emha Ainun Najib (Cak Nun), dan WS. Rendra.
Kegiatan tersebut juga diisi dengan tahlilan singkat yang dipimpin Imron Rosyadi. Kemudian dilanjutkan lagi dengan lantunan gema takbir. Lalu, peserta dipersilakan untuk ikut mengisi dan mempersembahkan puisi untuk menyemarakkan malam tadarus puisi malam itu dengan puisi pribadi atau puisi-puisi yang telah disediakan oleh panitia.
Pementasan puisi PMII Komisariat Wahid Hasyim UII tersebut berjudul “Ma’el Beleh-belehaning Gusti Allah” menjadi acara puncak tadarus puisi pada malam itu. Puisi tersebut diciptakan dan dibawakan Muhammad Najih.
Puisi itu menggambarkan penderitaan Ummu Hajar ketika berjuang melawan tekanan saat ditinggal sendiri bersama anaknya yang baru lahir di tanah gersang Mekkah. Juga ketegaran Nabi Ibrahim ketika diperintah untuk menyembelih anaknya sendiri yang lama ia tinggalkan dan keikhlasan Ismail menerima perintah penyembelihannya.
Acara tersebut merupakan acara yang diadakan oleh kader-kader PMII UII untuk mengisi malam takbiran Idul Adha dengan warna baru, yang diekspresikan melalui lantunan puisi dan pementasan-pementasan berbau kebudayaan lain.
Pada kesempatan itu diadakan peluncuran komunitas Cadas (cinarito ing kabudayan sandiworo) yang baru saja dibentuk oleh kader-kader PMII UII untuk mewadahi potensi kader dalam bidang seni dan budaya. (Muhammad Najih-Samsul Ariski/Abdullah Alawi)