Talaok Kabau Gadang Sintuak, Persiapan Bantai Adat Lebaran Idul Fitri
Jumat, 8 Juni 2018 | 00:30 WIB
Padangpariaman, NU Online
Beragam cara dilakukan masyarakat dalam persiapan menyambut dan memeriahkan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada 1 Syawal Hijriah. Di Nagari (Desa) Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, seminggu menjelang lebaran menggelar kegiatan Talaok Kabau Gadang, yang menghadirkan ratusan ekor ternak kerbau untuk persiapan lebaran.
Setidaknya hampir 400-an ekor kerbau memadati Talaok Kabau Gadang, Nagari Sintuak, Kamis (7/6). Menurut Walinagari Sintuak Anasril Nazar, Talaok Kabau Gadang merupakan tempat berkumpulnya pedagang ternak kerbau yang berasal dari berbagai daerah. Para pedagang memamerkan ternak kerbaunya kepada masyarakat dan calon pembeli kerbau.
"Calon pembelinya bukan dari kalangan individu, tetapi utusan masing-masing pengurus masjid, surau korong atau surau kaum yang ada di berbagai nagari di Kabupaten Padang Pariaman dan di luar Padang Pariaman. Di lokasi ini terjadi transaksi jual beli antara pedagang dengan utusan masjid dan surau tersebut," kata Anasril Nazar.
Menurutnya, budaya dan tradisi bantai adat sudah ada di Nagari Sintuak sejak zaman Belanda dan jadi kebanggaan warga Sintuak. Setiap jamaah masjid, surau korong dan surau kaum, membeli daging kerbau bersama-sama yang difasilitasi pengurus dengan kesepakatan seluruh unsur yang ada di tempat masing-masing. Yaitu alim ulama, niniak mamak, cadiak pandai, bundo kanduang dan pemuda.
"Pengurus masjid dan surau bermusyawarah pada patang limo baleh (15 Ramadhan), untuk menentukan jumlah onggokkan (tumpukan) daging kerbau dan menentukan harga satu onggoknya. Musyawarah dihadiri pemuka masyarakat, baik kaum adat, kaum agama dan seluruh jamaah pembeli onggok daging," kata Anasril Nazar.
Panitia Pelaksana Zeki Aliwardana menyebutkan, Talaok Kabau Gadang sendiri merupakan tradisi yang sudah lama ada di Sintuak. Tradisi yang merupakan kearifan lokal ini perlu dilestarikan. Setiap tahun kegiatan ini diadakan pada bulan Ramadhan.
"Dengan banyaknya kerbau yang datang, juga diselenggarakan perlombaan kerbau yang paling besar dengan kriteria tersendiri. Tim Juri yang sudah berpengalaman menilai mana kerbau yang layak diberikan juara I, II dan III. Masing-masing pemenang diberikan tropi dan tabanas," kata Zeki Aliwardana yang juga Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Padang Pariaman ini.
Seorang pedagang ternak Zulkifli (47), menyebutkan, pasar ternak Sintuak ini mulai dirintis sejak 2013 lalu. Ada 44 pedagang ternak yang setuju diadakan pasar ternak di Sintuak. Kami pun melapor kepada walikorong, walinagari dan camat setempat.
"Alhamdulillah, hingga kini masih bisa jalan. Walaupun masih belum memiliki fasilitas pendukung layaknya pasar ternak," kata Zulkifli yang sudah menekuni profesi pedagang ternak selama 32 tahun atau sejak berusia 15 tahun ini.
Setiap transaksi jual beli ternak, yang membutuhkan surat jual beli dikenai biaya Rp 15.000 per transaksi. Sedangkan biaya tambangan ternak dikenai sebesar Rp 15.000 per ekor. Sedangkan harga satu ekor kerbau paling mahal berkisar Rp 35 - 40 juta. Penawaran antara pedagang dengan pembeli dilakukan dengan marosok yakni dengan salaman (berjabat tangan) pembeli dan pedagang ditutup kain sehingga orang lain tidak tahu berapa harganya. Cara marosok ini agar tidak menyinggung perasaan pedagang yang lain jika harga jual kerbaunya jauh berbeda dengan ukuran yang sama.
Dari pengamatan di lokasi pasar ternak, selain dipadati ternak kerbau, puluhan kendaraan roda dua juga banyak parkir di sekitar pasar ternak ini. Tentu saja truk pembawa kerbau juga turut meramaikan parkir. Ramainya pengunjung di pasar ternak ini juga dimanfaatkan sejumlah pedagang untuk berjualan barang lainnya.
Bantai Adat
Menurut Zeki Aliwardana, ternak kerbau yang dibeli nantinya dipotong saat lebaran dengan nama bantai adat. Kegiatan bantai adat ini sudah dipersiapkan mulai hari puasa Ramadhan. Waktu itu setiap masjid atau surau di masing-masing korong (wilayah terkecil setelah nagari (desa), setingkat rukun warga di perkotaan) mulai mendata siapa saja yang ingin ikut bantai adat. Jamaah dan masyarakat korong mendaftar kepada pengurus. Kemudian pada tanggal 27, atau malam 27 puasa Ramadhan, dilakukan pembayaran uang yang sudah disepakati bersama.
Setelah semua pembayaran lunas, dapat dipastikan berapa uang terkumpul untuk membeli ternak kerbau. Pengurus sebelumnya sudah meninjau ternak yang akan dibeli di pasar ternak atau Talaok.
Bantai adat ini dilakukan di setiap korong atau surau. Ada korong yang hanya melakukan bantai adat di masjid, ada pula di satu korong terdapat beberapa surau yang juga melakukan bantai adat. Sehingga satu korong ada yang melakukan bantai adat di 3 lokasi, karena ada 3 surau yang melakukannya.
Usai shalat Idul Fitri, ternak yang sudah dibeli dibantai di satu lokasi di Nagari Sintuak. Lokasi pembantaian ternak ini sengaja digabungkan agar lebih memudahkan penyelenggaraannya. Setelah dibantai, daging tersebut dionggok (ditumpuk) sesuai dengan jumlah yang sudah disepakati sebelumnya. Pembagian daging tersebut bukan dengan sistem berat per kilogram, melainkan onggok. Satu orang minimal memesan 1 onggok. Ada pula yang memesan lebih dari satu onggok, misalnya sampai 10 onggok.
Seseorang yang memesan daging baonggok (berlonggok) lebih dari satu, berarti akan diberikan kepada orang lain selain untuk kebutuhan dirinya sendiri. Misalnya, seorang mamak (paman) memberikan satu onggok untuk keponakan, atau sebaliknya seorang keponakan kepada pamannya, seorang kakak memberikan kepada adik atau sebaliknya, adik memberikan kepada kakaknya. Ada juga yang diberikan kepada karyawan tertentu bagi seseorang yang memperkerjakan orang lain dalam usahanya.
"Dengan pemberian daging tersebut, seseorang yang ikut bantai adat semakin meningkatkan silaturrahmi dan tali persaudaraan. Baik antara orang yang memberi dengan yang menerima, maupun peserta bantai adat baonggok sesamanya. Seseorang yang turut bantai adat ini juga sebagai tanda bersedia hidup bakorong bakampung (bermasyarakat)," tutur Zeki Aliwardana yang juga Ketua Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) Nagari Sintuak.
Sekalipun sudah membeli daging baonggok, masyarakat juga membeli daging di pasar bebas untuk keperluan menjelang lebaran. Rata-rata per onggok daging dikenai sebesar Rp 120.000. Semua jenis tubuh kerbau tersebut, diberi rata masing-masing onggok. Seperti daging, hati, kulit, usus, tulang dan sebagainya yang bisa dimasak dan dimakan. (Armaidi tanjung/Muhammad Faizin)