Sukoharjo, NU Online
Dengan diiringi musik, seorang kiai sepuh berjalan dengan menggunakan tongkat diiringi seorang santri yang membawakan kitab kuning. Sejurus kemudian, ia duduk bersama para santri untuk mengkaji kitab tersebut.
<>
Tak lama, datang ke majelis tersebut beberapa jamaah ibu-ibu yang memakai jilbab besar yang juga mengadakan kelompok kajian di sudut berbeda.
Lalu, di sudut lain muncul pula seorang berpenampilan beda dengan busana kelompok sebelumnya. Pria berjas dan berkacamata itu disertai salah seorang asisten yang membawakan Al-Quran. Sesekali ia menyuruh sang asisten untuk membacakan salah satu ayat. Sementara itu, para jamaah yang membawa brosur dengan khidmat mendengarkan ceramah sang ustadz.
Adegan demi adegan dalam drama musikal berjudul “Cinta Damai Dalam Perbedaan” di atas diperankan secara apik dan sederhana oleh para anggota Jami'yyatul Qurra wal-Huffadz (JQH) Al-Wustho Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, Jumat (27/6) malam.
Drama yang ditampilkan tanpa percakapan, membuat para penonton yang hadir di Gedung Graha IAIN tersebut memiliki penafsiran tersendiri terhadap lakon yang dimainkan.
“Kalau menurut saya, tiga kelompok tadi merupakan simbol dari kelompok NU, Muhammadiyah, dan MTA. Itu mungkin terlihat dari atribut yang dipakai,” ujar Dian, Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang ikut menonton acara tersebut.
Ditemui usai acara, Ketua JQH Al-Wustho Abdul Ghofur menjelaskan, pementasan drama ini bertujuan untuk menyampaikan keragaman yang ada di masyarakat. “Masing-masing memiliki pemahaman sendiri, jangan saling menjudge satu sama lain,” terangnya.
Ghofur menambahkan, selain drama dalam peringatan milad JQH Al-Wustho ke-II, pihaknya juga mengadakan berbagai acara seperti pameran kaligrafi, khataman Al-Quran, dan berbagai lomba. (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)