Nganjuk, NU Online
Ratusan warga Desa Karangsemi, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, menggelar kenduri seribu tumpeng sebagai bagian dari tradisi budaya Nyadran atau ziarah makam di area makam Ki Ageng Keniten.
Acara Nyadran merupakan tradisi Jawa yang melakukan kunjungan ke makam para leluhur untuk berdoa dan membersihkan makam. Setelah usai berdoa kepada leluhur, dilanjutkan makan tumpeng bersama dan diakhiri pagelaran Wayang Kulit oleh Ki Dalang Ali Yusuf Purwo Carito.
"Tradisi Nyadran ini merupakan cetusan para wali saat menyiarkan agama Islam di tanah Jawa. Setiap tradisi yang dibuat oleh para wali tetap lestari dan tak mudah untuk ditinggalkan; karena tradisi yang diajarkan wali semuanya baik; karena mengandung unsur pemersatu setiap perbedaan budaya di tengah masyarakat," jelas Ketua Panitia Ismail, Kamis (16/8).
Lanjutnya, tradisi Nyadran dilaksanakan setahun sekali. Biasanya berlangsung pada Jumat Pahing secara sederhana dan kali ini masyarakat menyetujui di alihkan pada hari lain. Nyadran merupakan media efektif untuk menjalin silaturahim antarwarga yang selama ini banyak disibukkan dengan urusan pribadi.
"Tradisi Nyadran Makam Keniten merupakan kebudayaan yang mengajarkan nilai-nilai agama untuk berbakti kepada orang tua dan para leluhur. Para leluhur dan orang tua itu telah banyak memberi kebaikan dan kemanfaatan kepada kita semua dan para anak cucunya. Oleh sebab itu, kebudayaan Nyadran ini baik dan harus tetap dilestarikan," bebernya.
Sementara itu, menurut Kepala Desa Karangsemi Puryani pada pergelaran kali ini dinamakan gerakan Seribu tumpeng. Tradisi Nyadran ini selain efektif sebagai media silaturahmi, juga ada keyakinan yang mendasari warga desa ini tetap setia melestarikan tradisi ini. Yakni adanya keyakinan tidak akan mendapatkan berkah hidup, baik warga yang berprofesi sebagai petani atau pekerjaan lainnya selama satu tahun mendatang. Itu lah sebabnya banyak warga yang datang dan berkerumun.
"Biasanya ada masyarakat malas kumpulan tapi kalau Nyadran pasti datang dan memeriahkan. Yang mangkel-mengkel (kesal) pun akhirnya ketemu di sini, makan bareng berdoa bareng. Ini bagian dari merawat Negara Kesantuan Republik Indonesia (NKRI) dari kelompok yang terkecil," kata Puryani.
Ia menjelaskan Nyadran di Desa Karangsemi memang sederhana namun berlangsung khidmat. Warga, tua muda, laki-laki dan perempuan berkumpul di pemakaman umum desa. Bahkan sebenarnya acara ini sudah dimulai sehari sebelum Nyadran. Dimana warga sudah bergotong-royong membersihkan lahan di sekitar area makam untuk pelaksanaan acara ini.
"Setiap keluarga yang datang membawa makanan berupa nasi dan aneka makanan berupa nasi dan lauk pauk serta ayam panggang. Selain makanan, warga juga membawa bunga untuk keperluan nyekar. Masakan khasnya adalah setiap orang membawa ayam panggang satu ekor utuh," bebernya.
Suasana kebersamaan antarwarga ini terlihat sekali saat warga makan bersama. Mereka duduk berjajar saling berhadapan membuat barisan memanjang. Sementara nasi dan aneka lauk pauk ditata rapi didepannya. Ayam panggang yang dibawa oleh setiap kepala keluarga lalu dipotong-potong agar semua kebagian.
"Ritual ini dihadiri jajaran Muspika Kecamatan Gondang dan Kepala Bidang Kebudayaan Nganjuk Pasian. Hadir pula dalam acara itu Kepala Desa se-Kecamatan Gondang. Cukup meriah dan guyup rukun," pungkas Puryani. (Syarif Abdurrahman/Abdullah Alawi)