Internasional

Seoul, Kota Segala Rupa

Ahad, 1 Desember 2013 | 01:59 WIB

Jakarta, NU Online
Korea Tourism Organization sengaja menjadikan Ansan sebagai salah satu destinasi tur Wisata Muslim Korea untuk merasakan nuansa multikultural di kota industri ini. Terdapat sekitar 70 ribu pekerja migrant dari 67 negara.
<>
Hari Ahad, 24 November, hari libur bagi para pekerja membuat jalan utama yang dikenal sebagai “Asia Street” dipenuhi oleh masyarakat dari seluruh penjuru Asia yang menjadi pekerja industri di kota tersebut. Orang China, Uzbekistan, Thailand, Indonesia, Pakistan, Bangladesh dan lainnya, tumplek blek memenuhi pasar yang digelar di depan pertokoan. Jalan Asia ini cukup panjang, sekitar 5-6 blok sehingga bisa menampung banyak pedagang.

Semua kebutuhan ada disini, sayur mayur, pakaian, ikan segar, daging, buah-buahan, dan lainnya. Semuanya tersedia. Juga ada pakaian bekas yang dijual dengan harga murah. Saya sempat mendengar celetukan dalam bahasa Jawa “mengko ketemu jam telu yo” (nanti bertemu jam tiga ya), sayangnya rombongan jalan terburu-buru sehingga upaya untuk sekedar berkenalan tidak sempat. Kami sempat disapa oleh seorang pekerja migran Indonesia yang sedang membeli bumbu, yang sudah 10 tahun bekerja di sebuah pabrik tekstil.  

Jika ingin makan makanan asli negara tertentu, semuanya tersedia disini karena mereka sengaja didirikan untuk memenuhi kebutuhan pekerja migrant. Tak ketinggalan, makanan Indonesia juga ada, dijual di Kafe Batavia dan Warung Kita. Disini terdapat pula toko makanan halal. Durian dan mangga juga dijajakan.

Di Ansan juga terdapat Islamic Center yang berfungsi sebagai masjid yang dibangun atas kerjasama berbagai komunitas Muslim. Pada hari tersebut, kebetulan sekali bangunan baru yang menghabiskan dana sekitar 6 milyar rupiah tersebut diresmikan. Beberapa pekerja asal Indonesia datang, sebagian menggunakan kopiah khas Indonesia. Kami sempat berbincang-bincang, ikut merasakan kebahagiaan sesama saudara Muslim yang memiliki “rumah” baru.

Jadual kunjungan hari ini sangat padat, setelah makan siang, kami berkunjung ke Masjid Raya Korea di kawasan Itaewon, pusat komunitas internasional. Inilah masjid terbesar di Korea Selatan yang menjadi pusat aktifitas dan simbol keberadaan Muslim di Korsel. Kami sholat dhuhur dan ashar di masjid berlantai tiga ini. terdapat sekolah Muslim untuk mendidik anak-anak guna menciptakan generasi Islam di masa depan. 

Siapa yang tidak mengenal ginseng. Inilah produk herbal Korea yang mendunia. Rombongan ini juga diajak mengunjungi salah satu outlet ginseng, yang pegawainya berasal dari Medan, sehingga bisa menjelaskan dengan sangat baik proses perkembangan dan manfaat yang diperoleh dari ginseng. Ternyata ginseng terbaik ketika berusia 6 tahun, setelah itu, kandungan yang ada didalam ginseng semakin lama semakin menurun.

Dan, seperti biasa, menjelang akhir hari kunjungan, yang selalu wajib dikunjungi adalah tempat belanja oleh-oleh di pasar Namdaemung di Seoul.

Pasar tradisional terbesar di Korea ini  dibangun pada tahun 1964 dan menyediakan berbagai macam kebutuhan, mulai pakaian, makanan, aksesoris, peralatan dapur serta kebutuhan rumah tangga lainnya. Tentu saja, harganya miring sehingga menjadi jujukan para turis asing dan penduduk lokal. Pasar ini buka pukul 11 siang sampai jam 3 malam, sehingga yang memiliki waktu luang, bisa blusukan. Di bagian asessoris lantai 4, terdapat dua toko bersebelahan yang pemilik dan penjaga tokonya pintar berbahasa Indonesia. Salah satunya bahkan fasih berbahasa Sunda. Inilah tempat tujuan turis Indonesia mencari oleh-oleh. Untuk meyakinkan, pemilik memasang foto bersama dengan beberapa selebriti yang pernah berkunjung ke tokonya. Ahad malam itu, Seoul hujan dan acara baru selesai pukul 10 malam sebelum akhirnya kami beranjak menuju hotel.

Senin, 25 November merupakan hari terakhir jalan-jalan di Seoul. Jadual di itienerary juga sangat padat. Tujuan pertama adalah Istana Gyeongbok. Hari ini Seoul hujan disertai angin kencang sehingga kami harus berbasah-basah dengan satu paying yang digunakan untuk berdua atau bertiga. Istana ini merupakan istana terbesar yang dibangun oleh dinasti Joseun pertama kali tahun 1394. Menurut legenda, terdapat pertentangan antara arsitek dan biksu tentang lokasi istana. Sang arsitek berpendapat lokasinya sangat bagus menurut fengshui karena di belakangnya terdapat gunung dan di depannya terdapat sungai, tetapi biksu menentang pembangunan istana di lokasi ini karena di depan terdapat gunung yang melambangkan api. Seperti ramalan biksu tersebut, dua ratus tahun kemudian, istana ini dibakar oleh tentara Jepang. Karena itu, untuk melindungi kebakaran, di depan istana tersebut dibuat patung Haetae, yang merupakan binatang mitologis pemakan api. Patung bintang ini banyak didirikan di seputar bangunan dari kayu.

Istana ini sangat indah dengan halaman yang luas dan kolam bunga teratai didalamnya. Tak heran masyarakat Korea menjadikannya sebagai simbol keagungan Korea. Di dalam kompleks istana tersebut terdapat museum rakyat Korea yang mengisahkan seluruh perjalanan Korea dari masa pra sejarah sampai kini. 

Di depan istana, terdapat Blue House, dengan atap warna biru yang merupakan kantor dan tempat tinggal presiden. Dibangun dengan arsitektur tradisional Korea dengan latar belakang gunung Bukhansan.

Kami selanjutnya memenuhi undangan makan siang dari Korean Tourism Organization (KTO) dan dijamu oleh Lee Sootaek, direktur tim Asia & Timur Tengah dengan menu makan ala raja Korea sambil berbincang ringan soal pengembangan wisata ke negeri ginseng ini. Selanjutnya kami sholat di kantor KTO yang menyediakan ruangan sholat.

Bagaimana ya rasanya berpenampilan seperti Raja dan Ratu Korea. Di Kimchi School, kami bergaya dengan foto-foto pakaian para raja dan ratu Korea. Pemandu sempat berseloroh “Jangan sampai salah foto dengan pakaian pembantu ya”. Maklumlah, mana kita tahu gimana membedakan pakaian raja dan pembantunya.

Kunjungan resmi terakhir adalah Lotte World, taman hiburan buat keluarga, seperti kompleks Ancol dengan berbagai wahana permainan. Karena lokasinya sebagian besar indoor, maka banyak wahana yang bisa beroperasi sepanjang tahun. Kami disambut dengan ucapan selamat datang di pintu masuk dan badut yang lucu sebelum diajak mencoba beberapa wahana. 

Hari sudah gelap ketika kami tiba di hotel, tetapi masih ada satu lagi yang belum terpenuhi, mengunjungi kawasan Myeong-dong, salah satu distrik perbelanjaan dengan merek-merek internasional. Di tengah-tengah jalanan di depan pertokoan mewah tersebut, dijajakan berbagai barang dan makanan. Meskipun sangat dingin, kawasan tersebut sangat padat pengunjung. Inilah tujuan terakhir kami sebelum esok pagi, pulang ke Indonesia, pukul 10.35 dari Incheon ke Jakarta. Korea sungguh menginspirasi. (mukafi niam)


Terkait