Jateng

Gus Rozin Tegaskan Pentingnya Tahkik Manuskrip Ulama Nusantara

Selasa, 15 Juli 2025 | 11:00 WIB

Gus Rozin Tegaskan Pentingnya Tahkik Manuskrip Ulama Nusantara

Pemateri Seminar Nasional Syekh Abdul Hamid Kudus dan Jejak Ulama Nusantara, yang digelar di Pendopo Kabupaten Kudus.

Kudus, NU Online Jateng 

Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Abdul Ghaffar Rozin menyampaikan pentingnya keseriusan dalam kerja-kerja tahkik naskah klasik (makhtutat) warisan ulama Nusantara. Sebab, tanpa upaya tahkik yang serius, warisan keilmuan ulama Nusantara hanya akan menjadi tumpukan naskah yang tidak dimanfaatkan, apalagi dijadikan bahan bahtsul masail di pesantren.


“Kalau tidak diseriusi, manuskrip-manuskrip itu akan hanya menjadi tumpukan naskah yang tidak kunjung dikaji secara tuntas. Maka penting bagi kita semua untuk menyiapkan SDM dan sistem yang mendukung kerja-kerja tahkik ini ke depan,” katanya dalam Seminar Nasional (Semnas) Syekh Abdul Hamid Kudus dan Jejak Ulama Nusantara, yang digelar di Pendopo Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Ahad (13/7/2025).


Saat menjadi Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) 2015-2022, Gus Rozin pernah menerbitkan 16 kitab ulama Nusantara. Namun dari jumlah itu, hanya sekitar dua pertiga yang hasilnya memuaskan. Sisanya masih belum ideal karena dikejar tenggat waktu.


“Ini menjadi pelajaran penting. Bahwa tahkik itu butuh waktu, butuh sumber daya manusia yang serius, dan tentu butuh sumber dana dukungan anggaran. Karena tidak mungkin kita meminta seseorang membaca makhtutat yang mungkin kertasnya robek, dimakan rayap, dan harus dibandingkan dengan berbagai referensi, dilakukan dalam keadaan tidak fokus. Itu butuh konsentrasi penuh siang dan malam,” ungkapnya.


Tntangan yang dihadapi saat mentahkik cukup berat. Minimnya pengalaman dan ketidaksiapan metodologi membuat hasil akhir belum bisa dikategorikan sebagai tahkik yang sebenarnya.


“Yang terjadi adalah dananya untuk tahkik, tapi hasilnya editing. Harakat dibenarkan, titik koma dibenarkan, tapi tahkik yang sebenarnya belum dilakukan. Karena tahkik itu tidak sesederhana memperbaiki ejaan. Ia butuh riset komparatif, membaca teks-teks lain dari muallif yang sama, hingga memastikan bahwa teks itu benar-benar otentik,” jelasnya.


Selengkapnya klik di sini.