Lingkungan

49 Desa di Kalbar Berhasil Kembangkan Kawasan Gambut Jadi Lahan Produktif

Sel, 21 April 2020 | 13:00 WIB

49 Desa di Kalbar Berhasil Kembangkan Kawasan Gambut Jadi Lahan Produktif

Seorang petani sedang mengolah lahan gambut untuk menanam holtikulutura. (Foto: BRG)

Jakarta, NU Online
Sebanyak 49 desa di Provinsi Kalimantan Barat berhasil mengembangkan kawasan gambut menjadi lahan produktif. Desa-desa tersebut tersebar di Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Sambas, dan Kabupaten Kayung Utara.
 
Mulanya lahan-lahan di desa tersebut pernah mengalami kebakaran. Oleh para petani binaan Badan Restorasi Gambut (BRG) lahan-lahan berhasil ditanami holtikultura.
 
Atas keberhasilan para petani di 49 desa tersebut perkonomian desa semakin meningkat, sehingga mengalami kemandirian ekonomi. Pihak Desa merasa terbantu oleh kehadiran program Desa Peduli Gambut (DPG) yang diinisiasi oleh Badan Restorasi Gambut (BRG). 
 
Karena dengan program tersebut  para petani mulai terdorong dan tertarik untuk mengelola lahan-lahan gambut yang kosong bekas terbakar. Mereka juga mulai menyadari jika tanah gambut yang semula dianggap tak dapat dikelola ternyata bisa menghasilkan produktifitas pertanian yang menjanjikan.
 
Dinamisator Desa Peduli Gambut (DPG) Badan Restorasi Gambut Provinsi Kalbar, Hermawansyah menuturkan, desa-desa yang berhasil mengembangkan lahan gambut menjadi kawasan pertanian adalah mereka yang konsisten mendukung program DPG BRG. Artinya, kerja sama untuk melatih para petani oleh tim fasilitator DPG berjalan dengan baik berkat bantuan pihak desa. 
 
BRG, lanjut dia, hanya memfasilitasi petani di Desa-desa yang memiliki lahan gambut untuk dapat mengelola kawasan gambut tanpa bakar. Salah satu kegiatan DPG yakni Sekolah Lapang Petani Gambut (SLPG), pada program itu para petani diberikan latihan khusus selama beberapa minggu dilanjutkan dengan praktik di lapangan. 
 
"Alhamdulillah Pemerintah Desa juga mendukung, jadi kalau ada kegiatan DPG itu melibatkan teman  teman fasilitator. Mereka memfasilitasi petani untuk membangun keterampilan. Sekolah Lapang Gambut juga sebagai media belajar dan praktik bersama," katanya dihubungi NU Online di Jakarta, Kamis (9/4). 
 
Ia menerangkan, para petani di 49 desa tersebut mayoritas menggarap 1 sampai 1,5 haktare tanah. Totoal ada 49 haktare lebih kawasan gambut yang dirubah BRG menjadi kawasan pertanian yang produktif. 
 
Hektaran tanah gambut tersebut ditanami jenis tanaman holtikultura yakni jahe, timun, cabe rawit, singkong, umbi-umbian, kacang panjang, kangkung, labu, semangka dan buah-buahan yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran. 
 
"Pokoknya variatif dan tergantung Desa dan permintaan pasar. Kayak sekarang ini lagi booming jahe karena kebetulan jahe punya nilai jual yang cukup baik di pasaran dan memang cocok di lahan gambut dengan tritmen dan perawatan, akan menghasilkan produksi yang lumayan bagus bagi petani," bebernya.
 
Dalam sekali panen jahe, lanjut Marwansyah, petani bisa menjual jahe sampai hingga sebanyak 300 kilogram dengan harga per kilogramnya mencapai 25 ribu rupiah. Para petani bisa meraup laba 7,5 juta dalam satu kali panen. Belum lagi jenis tanaman lain yang tidak kalah menjanjikan di pasaran. Keuntungan itu pun murni untuk para petani.
 
"Jadi di Kalbar, alhamdulillah kita melihat masyarakat itu terutama di desa-desa gambut yang menjadi lokasi target restorasi gambut itu sangat antusias menyambut program DPG. Misalnya kelompok kelompok tani sangat semangat untuk melasanakan praktek pegelolaan lahan tanpa bakar," tuturnya. 
 
Dia berharap program terus dilaksanakan oleh pihak desa meskipun BRG tidak lagi memiliki wewenang memfasilitasi desa untuk memperdayakan kawasan pertanian. Jika hal tersebut terus diupayakan para petani di Indonesia dinilai akan mengalami kebangkitan. 
 
 
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori 
Editor: Kendi Setiawan

ADVERTISEMENT BY ANYMIND