Nasional

Guru Madrasah Ini Bangun Taman Baca Masyarakat

Sab, 24 November 2018 | 14:00 WIB

Guru Madrasah Ini Bangun Taman Baca Masyarakat

Aaf Iffatunnafsi (istimewa)

Tinggal di ujung barat Pondok Buntet Pesantren, Aaf Iffatunnafsi mengabdikan dirinya menjadi tenaga pengajar di Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama (MTs NU) Putri 3 Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat. Ia meninggalkan gemerlap ibu kota, menjadi pustakawan sebuah perguruan tinggi demi pulang kampung untuk mengabdi di almamaternya.

Sejak sekitar tahun 2014 saat masih menempuh studi sarjananya, guru Ke-NU-an ini merintis Taman Baca Masyarakat (TBM) Al-Hurriyyah yang letaknya tak jauh dari lokasi tempat tinggalnya kini. Ia menggalang sumbangan buku-buku dari berbagai institusi yang berada di Jakarta. Di samping itu, perempuan kelahiran 16 Februari 1993 itu juga meminta rekan, kerabat, dan keluarganya untuk urun serta dalam mewujudkan mimpinya itu. Ya, membangun perpustakaan adalah salah satu cita-citanya.

Ia juga mengajak teman bermainnya saat kecil dulu dan adik-adik sekitar rumahnya untuk bersama membangun rumah literasi. Syukur, mereka tak menolak ajakan baik itu. Toh, hal tersebut juga kepentingannya untuk mereka juga.

Mimpi membangun sarana membaca itu terus terngiang di telinganya, tercipta dalam pandangannya sehingga upaya mewujudkannya itu begitu ia galakkan. Tak jarang ia mesti merogoh koceknya sendiri untuk biaya-biaya yang tak terduga.

Saat mimpinya itu terus berkobar dan membara sehingga menggerakkan langkahnya, ada saja yang tak menyukainya. Tapi hal itu ia anggap sebagai bentuk perhatian kepadanya. “Buat apa sih kamu itu bikin kayak gitu (perpustakaan). Gak dapet untung, malah buntung,” semacam itulah sindiran-sindiran mengarah ke telinganya, tetapi tembus hingga dadanya.

“Budaya baca kita itu masih rendah. Bukan karena enggan membaca. Bukan. Tapi penghasilan masyarakat kita untuk makan saja sudah untung,” katanya.

Aaf ingin meringankan beban mereka dengan menyediakan bahan bacaan yang dibutuhkan tanpa harus susah payah membelinya. Jika sarana membaca itu ada, putri bungsu dari dua bersaudara itu yakin, literasi juga akan tumbuh. Minat membaca, di benaknya, itu akan naik jika fasilitas memang tersedia.

Benar saja. Saban hari, ada saja anak dari berbagai usia yang datang ke taman baca yang dibangunnya. Setahun sekali, ia menggelar festival di taman bacanya. Berbagai macam perlombaan digelar. Dalam kegiatan tersebut, ia mendatangkan mobil baca dari Perpustakaan Daerah Cirebon.

Pada hari-hari tertentu, ia menggelar kegiatan bercerita untuk anak-anak usia Sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak. Ya, ia memang beberapa kali juara berpuisi sejak ia menjadi seorang siswi pada madrasah yang kini menjadi tempat mengajarnya itu.

Taman bacanya akhir-akhir ini kerap kali tutup mengingat usia kehamilannya kini yang sudah memasuki sembilan bulan. Tapi, ia masih mempersilakan para santri dan masyarakat sekitar membaca atau meminjam koleksi ribuan buku yang telah ia kumpulkan itu. Beberapa siswa tsanawiyah dan aliyah datang mengetuk pintu rumahnya untuk meminjam beberapa koleksi novel. Sebab, katanya, seringkali para siswa itu mendapat tugas untuk meresensi novel dari sekolahnya.

Aaf pun menyerahkan kuncinya begitu saja kepada mereka. Para santri dan siswa bebas membaca atau meminjamnya, dalam arti membawanya pulang ke pondok atau ke rumah masing-masing dan mengembalikannya sesuai batas peminjaman. Tentu sebagaimana perpustakaan biasanya, para peminjam wajib mencatatkan buku pinjamannya, data diri dari sekolah dan pondoknya.

Kesuksesannya membangun Taman Baca Masyarakat Al-Hurriyyah itu dilirik perguruan tinggi di Buntet Pesantren. Aaf pun diminta membantu penyusunan buku di perpustakaan Akademi Keperawatan (Akper) dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren. Selain mengajar, ia juga diserahi tugas sebagai Kepala Perpustakaan MTs NU Putri 3 Buntet Pesantren. (Syakir NF/Fathoni)

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Terkait