Kemenag Rencanakan Nikah Massal sebagai Solusi Hadapi Biaya Tinggi Pernikahan
Sabtu, 5 Juli 2025 | 07:01 WIB

Ratusan pasangan mengikuti program nikah massal di Masjid Istiqlal Jakarta, 28 Juni 2025. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Program nikah massal yang digagas Kementerian Agama RI mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat setelah diadakan di Masjid Istiqlal dan Kantor Urusan Agama (KUA) di berbagai daerah beberapa saat yang lalu.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar menyebut bahwa animo masyarakat terhadap program ini sangat tinggi, bahkan telah menyelamatkan ribuan pasangan dari keterbatasan ekonomi dan risiko praktik nikah tidak resmi.
“Nikah massal itu ternyata luar biasa peminatnya. Banyak laporan yang masuk kepada kami bahwa program ini benar-benar menolong masyarakat,” ungkap Menag dalam Konferensi Pers Lebaran Yatim dan Penyandang Disabilitas di Gedung Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Jumat (4/7/2025).
Menag menyoroti realitas sosial bahwa biaya pernikahan kerap menjadi hambatan serius bagi pasangan yang hendak menikah. Menurutnya, untuk melangsungkan pernikahan secara umum, paling tidak seseorang harus menyiapkan dana sekitar lima juta rupiah. Beban ini dinilai berat, terutama bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah.
“Kalau gak ada uang lima juta, susah melakukan pernikahan. Angka nikah pun susah. Nah, dengan adanya nikah massal seperti ini, semuanya ditanggung Kementerian Agama,” jelasnya.
Tidak hanya biaya administrasi dan mas kawin, program ini juga mencakup paket lengkap pelayanan seperti make-up pengantin, akomodasi hotel satu malam, hingga bimbingan khusus sebelum menikah.
Fasilitas ini diberikan secara gratis kepada pasangan peserta, sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap kelompok rentan.
Menag bahkan menyebut bahwa program ini bisa mencegah praktik "kumpul kebo" atau perzinahan, yang sering kali terjadi karena pasangan tidak mampu menikah secara sah secara agama dan negara.
"Daripada mereka itu kumpul kebo, atau melakukan perzinahan, maka kita fasilitasi. Alhamdulillah ini luar biasa, ini gebrakan Kementerian Agama yang akan terus kita lanjutkan," tegasnya.
Menag menambahkan, setiap tahun diperkirakan ada sekitar 2,2 juta pernikahan di Indonesia. Jika seluruh pasangan harus membayar sendiri, angka itu setara dengan perputaran ekonomi lebih dari Rp11 triliun hanya untuk biaya pernikahan.
Program nikah massal ini diharapkan dapat menjadi solusi sosial yang efektif dan efisien, sekaligus menghindarkan masyarakat dari praktik-praktik nikah yang tidak tercatat atau di luar hukum.
"Kita ini ingin masyarakat kita terhindar dari kerugian karena tidak punya akta nikah. Tanpa akta nikah, tidak bisa dapat akta kelahiran, kartu keluarga, KTP, hingga paspor untuk berhaji. Ini pentingnya UU Perkawinan," terangnya.
Program nikah massal juga disinergikan dengan gerakan satu juta pohon yang diluncurkan Kementerian Agama. Setiap pasangan yang menikah diharapkan menanam satu pohon sebagai simbol komitmen menjaga lingkungan. Menag menyebut langkah ini sebagai bagian dari pendekatan ekoteologi, yaitu upaya pemeliharaan alam berbasis ajaran agama.
"Kalau setiap pasangan menanam satu pohon, dalam setahun bisa ada dua juta pohon baru. Kita akan ubah pondok pesantren menjadi taman bunga. Indonesia harus menjadi indah lewat gerakan ekoteologi," tandasnya.
Program nikah massal dan ekoteologi ini, menurut Menag, telah mendapatkan apresiasi dari dunia internasional. Negara-negara sahabat menilai pendekatan keagamaan dalam menggerakkan kesadaran lingkungan adalah langkah strategis dan inspiratif.
"Bahasa politik atau formal tidak sanggup menyadarkan masyarakat. Tapi bahasa agama dan spiritualitas bisa. Dan itulah yang kami lakukan," pungkasnya.