Pekalongan, NU Online
Tasawuf merupakan bagian dari ajaran Nabi Muhammad SAW. Hal ini ditegaskan oleh Syekh Aun Muin al-Qaddumi, ulama Yordania saat menyampaikan materi tentang kemunculan dan perkembangan Tasawuf Sunni.
"Tasawuf itu mengikuti Nabi Muhammad," katanya di Hotel Horison, Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (8/4) malam.
Syekh Aun mencontohkan salah satu kesufian Nabi Muhammad SAW yakni saat memilih menjadi seorang hamba ketimbang raja. "Saya memilih menjadi hamba yang Nabi," tegas Nabi Muhammad menjawab Malaikat Israfil seperti dikutip oleh ulama kelahiran 1982 M itu.
Artinya, Nabi ingin menjalani hidupnya sebagaimana seorang hamba, manusia biasa. Cara makan Nabi seperti makan seorang hamba. Pun duduknya, tak berbeda dengan duduknya para hamba.
"Kalaupun nanti lapar, maka saya bersabar. Kalau nanti makan, maka saya bersyukur," katanya.
Adapun dasar tasawuf sendiri adalah sebuah hadits Jibril. Saat bermujalasah dengan para sahabatnya, malaikat Jibril datang dan menanyakan empat hal, yakni Islam, iman, ihsan, dan hari kiamat. Hal ketiga inilah yang menjadi landasan bertasawuf, ihsan.
Pimpinan Lembaga Studi Syariah al-Maarij itu menerangkan bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah SWT seakan dapat melihat-Nya. Jika pun hal itu tak dapat dilakukan, setidaknya, kita mengetahui bahwa Allah melihat kita.
Hal serupa telah disampaikan oleh Syekh Abu Bakar Ahmad saat memberikan sambutan pada pembukaan Forum Sufi Dunia mewakili ulama luar negeri.
"Tasawuf didasarkan pada asas ihsan," kata Mufti India itu di Pendopo Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah.
Dalam forum yang digelar di hotel Horison itu, hadir pula sebagai pembicara Syekh Aziz al-Kubaithi al-Idrisi dari Maroko. Kegiatan ini dihadiri puluhan mursyid, muqaddam, badal, dan khalifah tarekat-tarekat muktabar dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri.
Selain di hotel Horison, kegiatan diskusi juga digelar di hotel Santika dan Pendopo Kajen dengan beragam pembahasan yang disampaikan oleh narasumber dari berbagai negara. (Syakir NF/Muhammad Faizin)