
Kiai Said menegaskan bahwa PMII harus yakin ideologi dan gerakannya mengandung kebenaran dalam beragama dan bernegara
“Kita harus yakin, nahnu ashhabul haq, benar dalam beragama dan benar dalam bernegara,” katanya di PBNU berkaitan dengan hari lahir ke-60 PMII, di ruangannya, Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (17/4).
Menurut Kiai Said, para pendiri PMII merupakan pelanjut dari tradisi keilmuan kiai-kiai NU. Oleh karena itu, anggota PMII sekarang harus melanjutkannya.
“Memasuki usia ke-60, PMII harus tetap menjadi agen perubahan, menjadi intelektual di masa depan, yang mampu melanjutkan keilmuan tokoh-tokoh NU seperti Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Tidak boleh padam. Tidak boleh kendor. Tidak boleh surut. Malah kalau bisa lebih dari beliau-beliau. Kalaupun tidak bisa; melestarikan, melanjutkan program dan intelektual beliau-beliau," tegasnya.
"Ketika mahasiswa, saya tidak dianjurkan siapa-siapa. Ayah saya (KH Aqil Siroj) kan pengurus cabang, jadi, saya tahu organisasi mahasiswa NU," lanjutnya. "Saya tak pilih-pilih lagi organisasi lain karena saya tahu PMII sejak aktif di IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, red.)," katanya
Kiai Said bercerita, ia masuk PMII saat Ketua Pengurus Cabang PMII Yogyakarta adalah almarhum Slamet Effendy Yusuf. Sehingga, ia memiliki banyak kenangan bersamanya.
"Saya pernah dimarahi Pak Slamet. Saya pernah diajak demo Pak Slamet saat kedatangan Menteri Agama ke IAIN. Diajak demo lagi saat kedatangan Ali Murtopo. Waktu itu tidak semua anggota PMII diajak demo. Saya termasuk yang diajaknya. Banyak kenangan bersamanya," katanya. "Itu konteksnya zaman Orde Baru," imbuh Kiai Said.
Di kemudian hari, keduanya berada di pengurus puncak PBNU 2015-2020. Kiai Said sebagai ketua umum, sementara Slamet Effendy Yusuf sebagai wakil ketua umum. Namun, Slamet Effendy meninggal sebelum periode masa khidmahnya usai, yakni pada 2 Desember 2015.
Editor: Kendi Setiawan