Prof. Dr. Muhammad Mahfudh MD, SH., SU menjadi pembicara kunci dalam Studium General di Institut Pesantren Mathali'ul Falah (IPMAFA) Pati, Jawa Tengah Selasa, 20 September 2016. Pada kegiatan bertema "Perguruan Tinggi Mengurai Benang Kusut Korupsi: Perspektif Sistem dan Aktor", ia menyatakan bahwa koruptor sama dengan iblis karena keduanya sama-sama makhluk yang dilaknat Allah.
Korupsi, menurutnya, menyebabkan kemiskinan dan keterbelakangan bangsa menggurita sampai ke pelosok negeri. Bangsa ini tidak akan mampu mengejar ketertinggalan dan mencapai kejayaan jika korupsi masih menggurita di negeri ini.
“Bangsa Indonesia termasuk negara yang tinggi tingkat korupsinya, baik di wilayah Asia atau dunia. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, realitas ini tentu sebuah ironi. Islam jelas mengharamkan korupsi dan mengancam sebuah negara yang diskriminatif dalam penegakan hukum akan mengalami kehancuran,” jelasnya.
Misalnya, kata dia, jika yang korupsi adalah orang kecil langsung ditangkap dan dipenjara dengan tegas, sementara jika ada birokrat dan pengusaha yang korupsi justri diberi fasilitas mewah di dalam penjara dan bisa seenaknya jalan-jalan tanpa kontrol karena petugas penjarapun bisa disuap.
Dalam konteks ini, menurut Rektor IPMAFA dan Ketua RMI NU, KH Abdul Gaffar Razien, M.Ed, perguruan tinggi harus tampil sebagai lembaga yang mampu melahirkan pejuang-pejuang antikorupsi yang berani membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Jangan sampai perguruan tinggi memproduksi koruptor-koruptor yang menghabiskan uang negara demi kepentingan pribadi dan kelompok.
Perguruan tinggi berbasis pesantren seperti IPMAFA inilah yang diharapkan mampu melahirkan sarjana-sarjana yang berkarakter religius dan mempunyai kompetensi memadai untuk menjadi pejuang-pejuang antikorupsi. Tokoh-tokoh pesantren seperti KH M. Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisyri Syamsuri, KH Abdurrahman Wahid dan KH MA. Sahal Mahfudh telah membuktikan kiprah nyatanya dalam membangun masyarakat dan Negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Perguruan Tinggi yang berbasis pesantren harus meneruskan perjuangan tokoh-tokoh nasional dari pesantren tersebut sehingga bangsa ini terbebas dari korupsi yang sangat membahayakan masa depan bangsa,” tegasnya.
Menurut Prof. Mahfudh, melawan korupsi dibutuhkan pendekatan simultan. Pertama, membangun sistem yang bersih di semua kalangan, mulai lembaga pendidikan, kejaksaan, dan birokrasi. Perlu ditambah materi korupsi di lembaga pendidikan dari SD, SMP, SMA, supaya kesadaran masyarakat terhadap pemberantasan korupsi meningkat.
Kedua, hukuman yang tegas, seperti di China yg berani menghukum mati. Ketiga, membuat undang-undang yang tegas, seperti undang-undang terbalik. Jika seseorang mempunyai harta melebihi gaji yang diterima maka langsung dianggap korupsi kecuali jika ia mampu membuktikan sumber dana tersebut secara akuntabel.
Keempat, dibutuhkan pemimpin dan lembaga yang kuat di eksekutif, legislatif dan yudikatif untk memberantas korupsi. Kelima, dibutuhkan kaderisasi pemimpin yang bersih di semua jenjang. Pesantren dan perguruan tinggi berbasis pesantren mempunyai tugas besar untuk melahirkan kader-kader bersih dan kapabel yang siap menjadi pejuang antikorupsi dengan memberantas segala macam korupsi yang ada. (Jamal Mamur/Abdullah Alawi)