Nasional

Liga Santri Nusantara, Konsep Sepak Bola Akhlakul Karimah

Kamis, 19 Oktober 2017 | 19:03 WIB

Liga Santri Nusantara, Konsep Sepak Bola Akhlakul Karimah

M. Kusnaeni

Jakarta, NU Online
Kalau kita menonton pertandingan sepak bola, baik pada Liga Super Indonesia (LSI) atau liga di negara-negara lain, sepertinya menjadi lazim melihat pemain yang suka marah, memukul, menenendang, bahkan sampai menembak wasit lantaran si pemain dihadiahi kartu merah. Pun dengan suporternya, saling ejek dalam bentuk yel-yel, baku hantam dan deretan kekerasan lainnya.

Namun, kedua hal tersebut tidak berlaku bagi para pemain dan supporter bersama klub yang ikut serta pada kompetisi Liga Santri Nusantara (LSN) yang diadakan atas kerja sama Rabithath Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) dengan Kementerian Pemuda dan Olah raga (Kemenpora). 

Sebagai contoh, insiden yang menimpa seorang pemain bernama Aldo dari klub Al-Asy’ariyah (LSN 2016). Saat itu, Aldo melakukan pelanggaran dengan menekel pemain lawan, wasit pun menghadiahi kartu merah padanya. Namun, wasit cukup terkejut dengan tingkah Aldo yang seketika itu langsung mencium tangan wasit justru ketika ia harus menerima kenyataan diusir sang wasit.


Begitu juga yel-yel dari suporter yang menggema di stadion, bukan ejekan atau hinaan, melainkan asmaul husna dan sholawat yang mengudara.


Direktur Kompetisi LSN Mohamad Kusnaeni saat ditemui NU Online di ANOE Hotel, Jakarta, Rabu (18/10) mengatakan, pemandangan di lapangan hijau seperti mencium tangan, dan pembacaan sholawat merupakan bagian dari ciri dikedepankan dalam kompetisi LSN, yakni sepak bola yang berakhlakul karimah.

Menurutnya, sifat-sifat baik yang pemain dapatkan dari pondok pesantren sudah seharusnya diimplementasikan saat berlaga di lapangan hijau. 

“Menghormati (keputusan) wasit, menghormati lawan itu kan bagian dari pendidikan moral yang ditanamkan ketika mereka mondok,” kata pria yang bakrab dipanggil Bung Kus ini. 

Lebih dari itu, kata pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat ini, pada tahun ini para pemain juga diharapkan berusaha untuk menghindari pelanggaran yang dapat  menciderai lawan.  

“Karena salah satu yang kita tekankan adalah sepak bola ini untuk membangun persahabatan, sepak bola ini untuk memberi kesehatan bagi para pemian. jadi kalau samapai menciptakan masalah dengan adanya cidera itu kan merugikan bagi mereka,” terangnya.

Begitu pula dalam hal yel-yel. Menurut Bung Kus, hal tersebut menjadi bagian yang ditekankan dari konsep sepak bola akhlakul karimah. 

“Akhlakul karimah kan tidak hanya dalam bentuk perbuatan, tapi juga melalui perkataan yang baik (yel-yel),” ujar pria yang dikenal dengan komentator sepak bola ini. 

Ia memaparkan, penyelenggara menekankan kepada para supporter agar yel-yel yang menggema di stadion bersifat memberi dukungan bagi klub kesayangannya, dan menjauhi yel-yel yang sifatnya memprovokasi atau merendahkan klub lawan. 

“Bahkan lebih jauh lagi kami mendorong para santri yang hadir mendukung tim kesayangannya tersebut lebih baik memanjatkan doa dalam bentuk sholawat atau puji-pujian kepada nabi. Dan itu saya pikir hal yang kemudian menjadi trade mark dari penyelenggaraan LSN di berbagai daerah,” pungkasnya. (Husni Sahal/Fathoni)


Terkait