Nasional

Nota Diplomatik Arab Saudi Catat Sejumlah Kesalahan Penyelenggaraan Haji Indonesia, Ini Respons Dirjen PHU Kemenag

Sabtu, 21 Juni 2025 | 12:15 WIB

Nota Diplomatik Arab Saudi Catat Sejumlah Kesalahan Penyelenggaraan Haji Indonesia, Ini Respons Dirjen PHU Kemenag

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menanggapi nota diplomatik Arab Saudi. (Foto: MCH 2025)

Jakarta, NU Online
Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia mengirimkan nota diplomatik kepada Pemerintah Indonesia berkaitan dengan sejumlah temuan kesalahan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M.

 

"Kedutaan menyampaikan bahwa Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi telah mengidentifikasi adanya kesalahan-kesalahan penyelenggaraan yang besar bagi jamaah haji Indonesia pada musim haji tahun ini 1446 H di seluruh fase perjalanan, mulai dari kedatangan, akurasi data, hingga pelaksanaan ibadah dan fase kepulangan jamaah," demikian bunyi nota diplomatik bernomor 211-5261 bertanda tangan di Jakarta, Senin (16/6/2025) itu.

 

Hal ini disebabkan tidak menaati aturan-aturan yang telah disepakati dalam pertemuan-pertemuan harian yang diselenggarakan oleh Kementerian Haji dan Umrah dengan para penanggungjawab jamaah haji dari pihak Indonesia, sejak kedatangan kloter pertama jamaah haji Indonesia ke Arab Saudi.

 

Merespons hal tersebut, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menyebutnya sebagai dinamika penyelenggaraan ibadah haji yang sudah terselesaikan dan disampaikan penjelasannya kepada Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.


“Ada beberapa isu yang menjadi catatan dan tantangan saat masa operasional. Alhamdulillah sebagian besar sudah bisa kita atasi di lapangan dan kita sampaikan penjelasannya kepada otoritas setempat. Surat tersebut berbicara tentang apa yang kita lakukan sejak dua sampai empat minggu lalu, yang tetap dimasukkan sebagai catatan untuk perbaikan oleh penyelenggara haji,” sebut Hilman Latief di Madinah, Jumat (20/6/2025).


“Kami ucapkan terima kasih kepada Kerajaan Arab Saudi, khususnya Kementerian Haji dan Umrah yang bahu-membahu bersama kami, misi Haj Indonesia, untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di lapangan,” sambungnya.


5 dinamika 
Hilman Latief menjelaskan lima hal pokok terkait dinamika haji yang sudah diselesaikan dan tercakup dalam nota diplomatik Dubes Saudi di Jakarta. Pertama, masalah koherensi data jamaah, baik yang masuk dalam E-Haj, Siskohat Kementerian Agama, dan manivest penerbangan. Dalam data tersebut, ditemukan ada beberapa nama jamaah yang berbeda-beda antara manifest dan jamaah yang ikut terbang dalam pesawat.


“Alhamdulillah bisa kita tangani pada awal Mei di mana dalam satu pesawat ternyata ada beberapa jemaah yang berbeda Syarikah,” kata Hilman.


Menurutnya, problem ini muncul dan tidak bisa dilepaskan dari kondisi di lapangan, termasuk di embarkasi. Pada proses pemvisaan, ada beberapa nama yang batal berangkat karena beberapa sebab sehingga harus diganti. Tidak jarang proses pembatalan ini juga berlangsung secara tiba-tiba, baik batal karena sakit, meninggal atau sebab lainnya.


“Ini sempat ramai, lalu kami jelaskan. Kami tentu tidak bisa juga membiarkan pesawat itu kosong karena ada orang yang sakit atau meninggal. Ketika temen-temen di lapangan masih memungkinkan untuk bisa mengganti, maka mereka akan menggantikan dengan penumpang berikutnya,” papar Hilman.


“Akan hal ini, rekonsiliasi data setiap hari dan setiap malam dilakukan oleh tim Penyelenggara Haji dan Umrah atau misi haji Indonesia melalui Kantor Urusan Haji, dengan Kementerian Haji dan Syarikah. Kita bahu-membahu setiap hari untuk melakukan konsolidasi. Itu sudah selesai dan alhamdulillah lancar sebagaimana saat ini jemaah juga sudah bisa kembali ke Tanah Air,” sambungnya.


Kedua, terkait pergerakan jamaah yang berangkat pada gelombang I dari Madinah ke Makkah. Di Madinah, jamaah haji dari satu penerbangan ditempatkan pada satu hotel. Namun, ketika akan diberangkatkan ke Makkah, konfigurasinya harus berbasis Syarikah. Sementara ada kondisi konfigurasi sebagian kelompok kecil jamaah yang berbeda-beda Syarikah. Mereka ini sementara tinggal dulu di Madinah.


“Ditjen PHU atau Misi Haji Indonesia menyediakan transportasi sendiri. Ada yang memakai mobil lebih kecil atau mini-bus atau mobil yang lain. Inilah yang disebut dalam surat tersebut sebagai memberangkatkan tidak sesuai dengan prosedur,” jelas Hilman.

 

“Kita sudah komunikasikan itu ke Kementerian Haji. Kita sudah sampaikan ke Syarikahnya. Jadi itu sudah disepakati. Tidak mungkin kita membawa orang dari Madinah ke Makkah tanpa ada kesepakatan dari lembaga terkait, Kemenhaj maupun Syarikah,” lanjutnya.


Ketiga, terkait penempatan jamaah pada hotel di Makkah. Dijelaskan Hilman Latief, mayoritas jemaah haji Indonesia tinggal di hotel masing-masing sesuai syarikahnya. Hal ini bertujuan untuk mengamankan jamaah saat pergerakan ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina.


Namun, ada sejumlah jamaah yang terpisah dan berharap bisa bergabung dengan kloter besarnya, meski syarikahnya berbeda. Ada di antara jamaah yang memberi tahu kepindahan hotel mereka, tapi ada juga yang tidak memberitahu, baik kepada Kasektor maupun Ketua Kloternya.

 

“Ini yang disebut sebagai penempatan yang tidak sesuai. Tapi kami sampaikan dan itu menjadi bahan diskusi kami setiap hari dengan Kementerian Haji dan Syarikah penyedia layanan. Termasuk penggabungan suami istri, lansia dan pendampingnya. Jadi kalau mayoritas jamaahnya menempati hotelnya dengan benar sesuai dengan Syarikahnya,” tegas Hilman.


Kepindahan hotel untuk penggabungan jamaah, khususnya yang memiliki ikatan keluarga tersebut juga dibolehkan.


Ia menegaskan bahwa tugas dan fungsi penyelenggara haji adalah menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di lapangan. "Alhamdulillah dengan koordinasi dan dukungan pemerintah Saudi yang solid dan baik, semua bisa teratasi, termasuk pada saat puncak haji,” ucapnya lagi.


Keempat, terkait kesehatan jamaah. Hal ini menurut Hilman, sudah dibahas sejak awal, bahwa jumlah jamaah haji Indonesia yang lansia dan risiko tinggi cukup tinggi. Ini didiskusikan sejak awal karena ada kekhawatiran dari Pemerintah Saudi, jumlah jamaah yang wafat di 2025 melebihi tahun lalu. Sehingga, jamaah lansia dan risti harus dijaga dengan baik oleh grup dan pendampingnya.


“Ini juga menjadi catatan peringatan bagi mitra kita di KBIHU dan para pembimbing untuk jangan terlalu memaksakan ibadah sunah terlalu sering, terlalu banyak, kepada jamaah dengan kondisi khusus (lansia/risti) semacam itu. Ini kan masih terjadi, jadi masih masuk catatannya dalam nodip,” kata Hilman.

 

“Harapan dari Kemenhaj melalui Nota Diplomatik itu adalah proses seleksi jamaah lebih ketat. Kalau berat dengan penyakit tertentu tidak berangkat, termasuk yang harus cuci darah. Pesan ini luas, termasuk untuk keluarga jamaah agar jangan merelakan anggota keluarga dengan kondisi yang berat harus pergi ke sini, sementara medan pelaksanaan haji begitu berat yang harus dijalani,” sambungnya.


Kelima, penyembelihan hewan dam. Dijelaskan Hilman, mayoritas jamaah Indonesia melaksanakan haji Tamattu’, sehingga harus membayar dam. Untuk penyembelihan dam, Kemenag sudah menyampaikan kepada Kementerian Haji bahwa di Indonesia ada dua skema. Pertama, melalui Adahi, perusahaan penyembelihan dan pengelolaan hewan yang diserahi mandat oleh Kerajaan untuk mengelola kurban dan hadyu.


"Kita sudah berdiskusi banyak tentang itu. Kami juga sampaikan kebijakan kita sejak sebulan yang lalu kepada Kerajaan, bahwa di Indonesia masih ada yang memungkinkan untuk menyembelih dam di Tanah Air melalui Baznas," sebut Hilman.


Ia menyampaikan pesan ini kepada seluruh jamaah untuk bisa menggunakan platform hadyu dari Adahi. Namun, menurutnya, hal tersebut tidak mudah karena kewajiban itu muncul belakangan, sedangkan banyak masyarakat Indonesia melalui para pembimbing KBIH dan lain lain sudah terlanjur berkomitmen dengan RPH (Rumah Potong Hewan). Ada juga yang belanja ke pasar sendiri beli kambingnya, atau mitra dari mukimin. Sementara tahun ini Pemerintah Arab Saudi begitu keras melarang hal tersebut.


"Mungkin di situ ada masalah lain, misalnya harga terlalu tinggi melalui Adahi. Kita sampaikan pada Kerajaan," sambungnya.

 

Terkait kontrak dengan Adahi, Hilman menjelaslan bahwa rancangan kontrak sudah ditandatangani pihak KUH. Namun, pihak Adahi belum menandatangani karena masih meminta kepastian jumlah kambing yang akan disembelih.


"Kita sudah tahu fakta dan situasinya di KBIHU dan para pembimbing ibadah haji yang sudah terlanjur menbuat kesepakatan dengan pihak lain non Adahi, sehingga tidak bisa dipastikan berapa orang yang akan menyembelih melalui Adahi," paparnya.

 

"Catatannya, ke depan masalah hadyu itu sudah harus menjadi bagian dari kebijakan pembiayaan, sehingga kalau voluntary tetap kita tidak bisa melakukan kontrak. Ini ke depan yang harus diperbaiki dalam kebijakan," tandasnya.

 

Hilman berharap penjelasan ini bisa menyelesaikan kehebohan atas nota diplomatik yang sebetulnya telah diselesaikan bersama dengan Kementerian Haji sejak sebelum puncak haji.


Catatan diplomatik
Sebagaimana diketahui, Kementerian Haji Arab Saudi memberikan sejumlah catatan, mulai dari tidak memasukan data jamaah di program persiapan dini hingga penempatan jumlah besar dari jamaah di hotel-hotel yang tidak seharusnya untuk mereka dan sesuai dengan syarikah penyedia layanan yang semestinya. Kemudian, memindahkan jamaah dari Madinah ke Makkah tanpa mengikuti prosedur yang benar.

 

Berikutnya, kesalahan yang dicatat Kementerian Haji Arab Saudi pada penyelenggaraan haji Indonesia tahun ini adalah tidak mengikuti aturan-aturan kesehatan jamaah haji secara akurat dan persyaratan kemampuan kesehatan (istitaah shihhiyyah) yang menyebabkan adanya laporan peningkatan jumlah kematian jamaah haji Indonesia sebelum pelaksanaan manasik dan jumlah kematian tersebut mewakili 50 persen dari total kematian jamaah haji luar negeri.


Hal lain yang menjadi catatan adalah tidak menjalin kontrak dengan projek "ADAHI" terkait layanan dam dan kurban, meskipun sudah ditekankan kepada para penanggung jawab jamaah haji Indonesia tentang keharusan berkontrak dengan projek tersebut guna pelaksanaan dam dan kurban.


"Sehubungan hal tersebut, Kedutaan memohon Kementerian untuk dapat kiranya menyampaikan hal-hal tersebut kepada pihak terkait di Indonesia," demikian bunyi nota diplomatik itu.


​​​​​​​"Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi di Jakarta mempergunakan kesempatan ini untuk sekali lagi menyampaikan salam hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia," pungkas nota diplomatik tersebut.