Semarang, NU Online
Ketua Pengurus Harian PBNU Robikin Emhas mengatakan, Indonesia adalah negara demokrasi berdasarkan hukum. Hal Itu ditegaskan dalam konstitusi kita, UUD 1945. Salah satu yang dijamin oleh konstitusi adalah kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.
“Konsekuensinya, tidak ada pembatasan terhadap kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat, kecuali dinyatakan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku atau secara nyata dilarang oleh hukum,” kata alumnus Pondok Pesantren Qiyamul Manar Gresik dan Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang tersebut, di Semarang, Selasa (4/9).
Demikian halnya dengan dakwah, lanjutnya, yang dilakukan para dai. Berdakwah merupakan suatu aktivitas untuk mengajak manusia agar mengenal Tuhan dengan baik, sehingga dapat membangun hubungan secara vertikal dengan benar dan baik.
“Dari hubungan vertikal yang benar dan baik itu diharapkan manusia akan sanggup membangun hubungan yang harmonis dengan sesama manusia. Bahkan dimungkinkan memiliki kesanggupan mengamban amanah sebagai khalifah di muka bumi. Harapannya, kehidupan akan berjalan harmoni dan beradab,” jelas Managing Director pada ART PARTNER Law Firm tersebut.
Untuk itu, sambungnya, aktivitas dakwah juga perlu memperhatikan kaidah dan etika dakwah, yakni dilakukan dengan lemah lembut dan bijaksana dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
“Dalam bingkai keindonesiaan, selayaknya materi dakwah yang disampaikan juga dapat memupuk dan menumbuhsuburkan semangat nasionalisme,” tegasnya.
Ia berharap, jika di masyarakat didapati perbedaan pendapat mengenai aktivitas dakwah, selesaikan dengan musyawarah. Hindarkan penggunaan kekerasan dalam mengelola perbedaan.
“Harus diingat, andai ada yang merasa tidak dapat dipersatukan oleh semangat nasionalisme dan agama yang sama misalnya, toh kita tetap saja bersaudara. Saudara sesama manusia. Bukankah kita adalah segaris seketurunan dari Adam?” (Red: Abdullah Alawi)