Jakarta, NU Online
Dalam peristiwa konflik horizontal pasca G30S/PKI, tidak hanya anggota dan simpatisan PKI yang menjadi korban, namun kalangan NU juga menjadi korban. Sikap yang harus diambil warga NU sebaiknya adalah memaafkan peristiwa pahit tersebut namun tidak melupakan fakta sejarahnya.<>
Demikian pendapat Prof Dr Hermawan Sulistyo dalam Diskusi “Meneropong ide Komunisme dalam Visi-Misi Kepemimpinan Nasional” di Pusat Studi Jepang Kampus UI Depok yang diselenggarakan Forum Alumni PMII UI dan Forum Silaturahmi Santri (Forsis) pada Jumat (30/5) lalu.
Menurut Prof Kiki, panggilan akrab Hermawan Sulistyo, PKI telah keliru dalam menerapkan teori marxis di Indonesia sehingga mendapat resistensi dari rakyat Indonesia.
“Bayangkan saja, para kiai NU dituduh sebagai bagian dari 7 setan desa hanya karena pesantren-pesantren NU memiliki tanah lebih dari 2 hektar yang tidak sesuai ketentuan UUPA 1960,” tandas Prof. Kiki yang meneliti PKI selama 15 tahun dan menuangkan hasil penelitiannya dalam buku “Palu Arit di Ladang Tebu”.
Prof Kiki juga menambahkan bahwa dia meneliti PKI berangkat dari simpatinya terhadap korban konflik horizontal dari kalangan PKI yang banyak terbunuh, namun setelah membaca dokumen dan arsip-arsip PKI serta melakukan penelitian lapangan, maka dapat dipahami mengapa terjadi gelombang kekerasan terhadap anggota dan simpatisan PKI yang mengakibatkan ribuan orang terbunuh.
Terkait kemungkinan kebangkitan PKI, Alfian Tanjung, pembicara lainnya tetap optimis bahwa selama NU dan Muhammadiyah tetap kuat dan eksis di masyarakat maka, sisa-sisa PKI sulit untuk bangkit kembali.
Pembicara terakhir Ahmad Baso, mantan komisioner Komnas HAM juga mengungkapkan bahwa saat ini sisa-sisa PKI mencoba menuntut kepada negara agar membayar kompensasi atas peristiwa konflik horizontal pasca G30S/PKI dimana setiap orang menuntut kompensasi milyaran rupiah.
Ahmad Baso yang juga menulis buku “Pesantren Studies” juga mengatakan, kegagalan PKI di Indonesia adalah karena terlalu kaku menerapkan komunisme ala Uni Soviet. Padahal sejumlah kiai, katanya, telah sepakat dengan beberapa ajaran komunisme yang mirip dengan prinsip “musyarakah” di pesantren. (Abdurrahman/Anam)