Jakarta, NU Online
Dunia semakin maju seiring dengan perkembangan teknologi yang terus melesat. Hal ini berdampak pada runtuhnya sekat, tembok, dan batas ruang lainnya.
"Kita hidup di wilayah borderless, tanpa batas," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam sambutannya pada pembukaan Muktamar Pemikiran Santri Nusantara di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Rabu (10/10).
Kehidupan tanpa batas ini, terang Lukman, membuat persambungan dan percampuran nilai yang saling memengaruhi dalam membentuk pola hidup dan tata nilai yang masyarakat anut.
"Pondok pesantren, santri khususnya mestinya juga bisa memberikan pandangan-pandangan yang konstruktif dalam bagaimana kebudayaan ini tetap bisa kita jaga," tegasnya.
Artinya, jangan sampai kebudayaan yang ada harus tercerabut dari nilai-nilai spiritualitas, religius, dan agama. Pasalnya, masyarakat hari ini hidup di dua dunia, kata Lukman, yakni dunia maya dan dunia nyata.
"Dunia maya bisa lebih punya pengaruh yang besar dalam mempengaruhi tidak hanya pola hidup kita, tetapi juga tatacara dalam menjalani hidup," jelasnya.
Proses perubahan zaman yang juga bergulir di pondok pesantren tentu menuntut kajian terus menerus sebagai upaya revitalisasi.
"Itulah mengapa kami di kementerian agama perlu membuat program yang bersifat tahuann yang kita beri nama Muktamar Pemikiran Santri Nusantara," tutur putra KH Saifuddin Zuhri itu.
Saat ini, pondok pesantren selain tetap menekankan pada aspek intelektualitas santri, juga tidak meninggalkan pengembangan sosial masyarakat. Lukman memberi contoh perkembangan koperasi dan dunia pertanian.
"Secara langsung dan tidak langsung bisa memengaruhi perkembangan keilmuan keagamaan yang menjadi inti dari pondok pesantren," ujarnya. (Syakir NF/Fathoni)