Nasional

Sinergi KPK dan Pondok Pesantren dalam Pemberantasan Korupsi

Kamis, 25 April 2019 | 07:45 WIB

Sinergi KPK dan Pondok Pesantren dalam Pemberantasan Korupsi

Katua BAIK Sugiharto

Jakarta, NU Online
Ketua Badan Amal Islam Komisi Pemberantasan Korupsi (BAIK), Sugiharto mengingatkan pimpinan dan pengasuh Pondok pesantren untuk tidak menerima sumbangan yang belum jelas kehalalannya. Hal itu sebagai langkah dan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Ia mengataka, sikap waspada terhadap situasi bukanlah sesuatu yang buruk karena dengan waspada akan menguatkan kemaslahatan yang luas. Jika bantuan dari pejabat atau dari orang yang belum mengenal lebih dalam harus dikonfirmasi ulang, asal-usul keuangan yang akan diterima.

"Kalau kata Bang Napi, waspadalah. Waspada itu beda dengan prasangka buruk, ketika ada bantuan, pertanyakan dari mana, ini halal?" kata Sugiharto saat mengisi Lokakarya Kader Pesantren Penggerak (PKP) NU Antikorupsi di Pusat Edukasi Antikorupsi di Jalan HR. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (25/4).

Ia menuturkan, sebagai orang yang aktif di KPK menjadi suatu keharusan untuk mengingatkan masyarakat. Sebab, kata dia, terkadang manusia lupa dengan dampak yang akan diterima jika tidak hati-hati.

"Kalau halal untuk Pesantren biar lebih berkah tetapi kalau tidak halal memberikan manfaat untuk pesantren tapi bermasalah untuk yang menyumbang," tuturnya.

Ia mengingatkan kepada semua masyarakat terutama pimpinan pondok pesantren di Indonesia untuk semakin waspada dan hati-hati.

Seperti diketahui, sejak Rabu (24/4) kemarin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) menggelar Lokakaryaa Kader Pesantren Penggerak NU Antikorupsi.

Di hari kedua ini, pemaparan dari sejumlah narasumber akan terus berjalan penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Kegiatan digelar dalam rangka penguatan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, untuk melawan korupsi, lembaga negara seperti KPK tidak bisa melakukannya sendiri, butuh dukungan dari masyarakat. (Abdul Rahman Ahdori/Fathoni)


Terkait