Opini

Mencari Ibu Teladan

Senin, 24 Desember 2018 | 15:30 WIB

Mencari  Ibu Teladan

Ilustarsi (hipwee)

Oleh Agung Kuswantoro

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan." (QS. Albaqarah: 233).

Ibu adalah sosok manusia yang memiliki jenis kelamin wanita. Islam memandang seorang wanita begitu spesial. Bahkan, wanita menjadi sebuah nama dalam surat di dalam Al-Qur’an, yaitu Annisa. Wanita memiliki tiga tingkatan, yaitu wanita atau perempuan, istri, dan ibu. Ketiganya ada perbedaannya.

Pertama, wanita. Al-Qur’an meletakkan banyak hak bagi kaum wanita. Para ahli mengatakan simbol kasih sayang. Sehingga, wanita itu dalam bayangannya adalah sosok ibu. Ketika ibu ada di sisi kita, terasa biasa-biasa saja. Namun, ketika tiada, baru kita merasa kehilangan ibu. Kita baru menyadari betapa besar peranan ibu.

Kedua, istri. Islam mengajarkan kepada penganutnya agar wanita itu menikah. Tujuannya, agar meningkatkan statusnya menjadi Istri. Istri kedudukannya lebih tinggi dibanding wanita.

Seorang istri sudah memikirkan orang lain. Siapa itu? Suami. Istri tidak memikirkan dirinya sendiri. Setiap pagi, ia masak untuk suami dan dirinya. Makan untuk berdua.

Ego atau keakuan tentang dirinya berkurang. Ia merelakan 'egonya' kepada orang lain yaitu suami. Misalnya, ia suka makan dengan lauk yang pedas. Namun, suaminya tidak suka pedas. Maka, ia tidak membuat lauk dengan rasa pedas. Ia mengikhlaskan kesukaannya demi suaminya. Oleh karenanya, wanita yang menikah hukumnya lebih mulia dibanding dengan wanita yang belum menikah.

Ketiga, ibu. Ibu adalah seorang yang sudah menikah. Posisinya sebagai istri dan wanita, sekaligus ibu bagi anak-anak. Menurut Fatihuddin (2011), ibu memiliki beberapa pengorbanan, yaitu (1) hamil, (2) melahirkan, (3) merawat bayi, (4) mengasuh dan mendidik, (5) menikahkan, dan (6) ketika sudah tua renta.

Menurut  Imam Ahmad dan Syafi’i bahwa waktu terlama wanita dalam posisi hamil adalah empat tahun. Umumya adalah enam bulan. Dan, tercepat masa kehamilan adalah tujuh bulan. Pendapat ini menunjukkan bahwa betapa beratnya wanita dalam keadaan hamil.

Kemudian, setelah hamil, ada pengorbanan melahirkan. Ada sebuah hadits dari Abu Daud, bahwa 'mati syahid' ada tujuh, selain yang terbunuh di jalan Allah. Mereka yaitu (1) orang yang mati karena thaun, (2) orang yang tenggelam, (3) luka parah dalam perutnya, (4) sakit perut, (5) orang yang terbakar, (6) orang yang tertimpa benda keras, (7) wanita yang meninggal, namun di dalam perutnya ada janin.

Hadits di atas menunjukkan bahwa wanita yang dalam proses persalinan membutuhkan fisik dan psikologis yang kuat. Sehingga, proses setelah persalinan, di mana ada haid, nifas, dan wiladah. Secara fiqih dan kedokteran, proses tersebut merupakan anugerah 'nikmat' seorang wanita. Belum tentu semua wanita merasakan proses itu. Oleh karenanya, dalam fiqih bagi mereka yang mengalami proses itu, tidak terbebani melakukan syariat, seperti shalat dan puasa.

Kemudian, Al-Qur’an mengatakan menyapihnya hingga usia dua tahun (QS. Albaqoroh: 233). Perlu, kita luruskan bahwa anjuran agama seperti itu. Kita, sebagai suami atau calon suami, perlu kita luruskan akan hal ini. Apa pun kondisinya, baik wanita tersebut wanita karir atau wanita yang sibuk. Itu pula bukti cara mengimani kepada kitab (Al-Qur’an).

Dari ketiga kedudukan atau status (wanita, istri, dan ibu), ternyata ada yang paling mulia atau baik di antaranya yaitu ibu teladan. Siapakah ibu teladan itu? Menurut Maya (2009) bahwa ibu teladan adalah ibu yang memiliki kekuatan doa. Lisan atau ucapan ibu, ibarat 'idu geni'. Artinya, landep, tajam setiap perkataannya.

Ada sebuah kisah nyata diceritakan dalam buku Kekuatan Doa Ibu, ada seorang anak yang menangis karena ketakutan dan merasa tidak nyaman dengan keadaannya. Di tubuh anak tersebut ada kotoran ayam yang menempelnya. Kemudian, anak itu minta tolong dan menangis. Ibunya yang membersihkannya dan berkata, "Jangan takut dengan kotoran ini. Kelak, engkau menjadi menjadi jenderal."

Empat puluh tahun berlalu dari peristiwa itu, ternyata anak yang dulu takut dengan kotoran hewan menjadi jenderal. Doa ibu waktu anak tersebut kecil, terkabulkan. Anak tersebut bernama Jenderal Subagyo HS, mantan kepala staf TNI Angkata Darat tahun 1998-1999. Ia sekarang adalah anggota Dewan Pertimbangan Presiden. 

Itulah contoh kekuatan doa ibu. Begitu dahsyat. Oleh karenanya, wahai para ibu jagalah lisannya. Jangan sampai nyepatani (mengutuk) anak. Tidak tepat jika kita, sebagai ibu, berkata buruk. Perlu kita luruskan agar berkata baik. Cerita rakyat yang mendoakan anak menjadi benda, harus kita hindari. Sejatinya Muslimah itu berkata dengan baik.

Selain, menjaga lisan, kita dianjurkan untuk jujur dan menjaga pergaulan. Terlebih di saat sekarang tantangannya sangat banyak.

Dari penjelasan di atas, ada beberapa simpulan, yaitu Islam memandang wanita ada diposisi terhormat. Semenjak Islam turun di Arab. Bahkan, Al-Qur’an secara khusus memberikan surat tentang wanita, kita mengenalnya surat Annisa. Ada tiga kedudukan atau status seorang wanita, yaitu wanita, istri, dan ibu. Posisi termulia ternyata bukanlah ibu, tetapi ibu teladan. Terakhir, ibu teladan adalah ibu yang kekuatan doanya sangat hebat. Ia selalu menjaga lisan, jujur, dan menjaga pergaulan.

Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Salafiah Kauman Pemalang, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes).


Terkait