Di era dunia digital seperti saat ini, informasi menjadi sesuatu yang tidak terbatas. Semua orang bisa mengaksesnya. Tidak dibatasi pada sekat-sekat wilayah dan geografi. Seseorang bisa mengetahui suatu peristiwa dan informasi di belahan dunia lain hanya dalam waktu beberapa detik dari kejadian peristiwa tersebut, bahkan real time pada saat itu juga. Semuanya tersambung ke dalam dunia maya yang begitu luas dan cepat.
Perang informasi dengan skala yang lebih luas pun menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Masing-masing membuat dan menyebarkan informasi yang menurut mereka benar dan menganggap yang lain salah. Berbagai macam strategi pun dipakai untuk menarik perhatian publik. Membuat narasi playing victim, dan memenuhi konten-konten versi kelompoknya di media sosial adalah sederet strategi yang umumnya dipakai dalam perang informasi.
Sehingga perang informasi ini menyebabkan masyarakat dunia maya atau netizen terbelah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah yang bingung karena ada satu peristiwa namun ada dua informasi yang berbeda mengenai peristiwa tersebut. Kelompok kedua adalah yang hanya mempercayai informasi dari kelompoknya sendiri dan menolak segala informasi dari luar tanpa melakukan crosscheck informasi terlebih dahulu.
Sebetulnya pada zaman Nabi Muhammad juga ada yang namanya perang informasi. Berbeda dengan saat ini yang menggunakan media sosial sebagai alat, pada zaman Nabi Muhammad perang informasi menggunakan syair dan disebarkan dari mulut ke mulut. Nabi Muhammad, sahabat, dan umat Islam saat itu pun terlibat dalam perang informasi.
Lalu bagaimana strategi dan langkah-langkah Nabi Muhammad dalam menghadapi perang informasi? Sebagaimana dikutip dari buku Perang Muhammad; Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah, ada beberapa hal yang dilakukan Nabi Muhammad dalam menghadapi perang informasi.
Pertama, mendiamkan. Setelah kaum musyrik kalah dalam konfrontasi militer, mereka menyerang Nabi Muhammad dengan berbagai cara lainnya, termasuk dalam bentuk cacian dan makian. Adalah Ummu Jamil, istri Abu Lahab, yang pertama kali melakukan itu. Ia terus-terusan memaki Nabi Muhammad dan agama yang dibawanya.
Pada saat dakwah Islam semakin berkembang, para penyerang dari kalangan penyair semakin banyak. Diantaranya Abdullah bin al-Zab’ari (seorang penyair Quraisy paling bersinar) Abu Suyan bin al-Harist (sepupu dan saudara susuan Nabi Muhammad), Hindun binti Uthbah (istri Abu Sufyan), dan lainnya.
Bahkan, Kaum Quraisy mengubah nama Muhammad (artinya yang terpuji) menjadi Mudzammah (yang tercela). Mereka juga menggubah syair-syair yang menyerang Nabi Muhammad dan agama Islam. Pada tahap tertentu, Nabi Muhammad membiarkan dan mendiamkannya.
Kedua, menyerang yang menyerang Nabi Muhammad. Gelombang perang informasi dan cacian kepada Nabi Muhammad dan umat Islam semakin banyak dan gencar. Melihat kondisi yang seperti ini, Nabi Muhammad meminta pada sahabatnya untuk mempersiapkan diri menyerang balik mereka yang menyerang Nabi Muhammad dan umat Islam.
Ketiga, memilih orang yang tepat. Nabi Muhammad sangat paham betul bagaimana cara berperang, termasuk dalam perang informasi. Nabi Muhammad menunjuk sahabat terbaiknya untuk menjadi ujung tombak dalam perang informasi. Sahabat Hassan bin Tsabit menawarkan diri untuk menjadi pemimpin pasukan perang informasi. Setelah menerima ujian dan tantangan langsung dari Nabi Muhammad dan dinyatakan qualified, maka Hassan bin Tsabit diangkat menjadi ‘komandan’ perang informasi.
Ia menyerang siapa saja yang menyerang umat Islam. Dengan gubahan syairnya yang tajam, Hassan bin Tsabit berhasil mempermalukan dan membuat musuh-musuh Islam tidak berkutik. Maka kemudian dikenal lah Hassan bin Tsabit sebagai penyair dan penyeru kebenaran. Ia disegani oleh semua musuh Islam. Kalau dulu perang informasi pada zaman Nabi Muhammad mengandalkan keahlian dan kecerdasan seorang penyair untuk membungkam maka perang informasi saat ini seharusnya menggunakan data-data yang valid dan kata-kata yang sopan, bukan dengan kebohongan.
Keempat, memaafkan mereka yang menyerang. Seiring dengan tumbuhnya agama Islam, penyair yang membela Islam semakin banyak sementara penyair yang memusuhi Islam terus berkurang. Mereka mulai bertobat dan menyatakan diri bergabung dengan umat Islam. Melihat perkembangan ini, Nabi Muhammad memaafkan mereka semua yang dulu menyerangnya.
Salah satu musuh yang dulu menyerang Islam, namun kemudian membela Islam adalah Nabighah al-Ja’di. Ia kemudian menggubah sebuah puisi sebagaimana berikut ini:
Kudatangi Rasulullah
Sang pembawa petunjuk Allah
Sang pembaca Al-Qur’an
Laksana bintang berkilauan
A Muchlishon Rochmat,