Bantul, NU Online
“Lampah Ratri Merti Luhuring Laku Sunan Kali” merupakan napak tilas dari satu fragmen tentang perjalanan Sunan Kalijaga dari Demak menuju ke arah selatan, melewati Purwodadi dan Bayat.
<>
Perjalanan itu untuk mencari lokasi mendirikan kerajaan Mataram, demi mempertahankan budaya bangsa sebagai pusat peradaban yang waktu itu semakin terancam dengan kedatangan bangsa Portugis.
Hal tersebut diungkapkan Pengasuh Pesantren Kaliopak, M. Jadul Maula, kepada NU Online, Jumat (27/9), di Pesantren Kaliopak, Jl. Wonosari km 11, Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Perjalanan tersebut, tidak hanya sebatas berjalan di malam hari saja, lanjut Kang Jadul – sapaan akrab M. Jadul Maula – melainkan mengandung tiga makna, yakni tafa’ul (belajar), tafakkur (berfikir), dan tadzakkur (berdzikir).
Di daerah selatan yang pernah dilewati Sunan Kalijaga tersebut, terdapat satu situs bernama Sendang Banyu Urip, atau ada yang mengatakan Sunan Geseng. “Dulu, Sunan Kalijaga pernah membersihkan diri di sendang tersebut. Kemudian mengambil air dan dimasukkan ke dalam kendi (tempat air yang terbuat dari tanah liat), untuk dibawa dalam melanjutkan perjalanan,” papar Kang Jadul.
Maka, selama berjalan nanti peserta dituntut untuk diam, sambil membawa air yang berasal dari Sendang Banyu Urip yang ditaruh di dalam kendi. Membawa air dalam kendi selama perjalanan tersebut juga memiliki makna, yakni sebagai simbol dari empat unsur alam yang terdapat di dalam tubuh manusia, yaitu tanah, air, api dan udara.
“Hidup kita ditunjang empat unsur itu, tapi kadang kita lupa. Maka Lampah Ratri bertujuan untuk mengingat dan memikirkan (tafakkur) itu, sembari tadzakkur (berdzikir) kepada Allah. Karena kebahagiaan dan kesejahteraan hidup kita juga ada dalam empat unsur tersebut,” jelasnya.
“Selain itu, selama dalam perjalanan, kita dapat belajar dan menghayati lagi tentang hablun minallah (hubungan dengan Allah), hablun minannas (hubungan sesama manusia), dan hablun minal ‘alam (hubungan dengan alam),” tambah wakil ketua PWNU DIY tersebut.
Oleh karena itu, ia menghmibau kepada seluruh masyarakat, terutama warga dan kader muda NU, para kiai besera santri, berbagai komunitas, organisasi dan sebagainya untuk bergabung, bekerjasama dan berpartisipasi dalam acara tersebut.
“Biar kita paham sejarah dan mengerti maksud pengamalannya. Jangan dilihat jauhnya jarak, namun lihatlah pada proses selama perjalanan. Karena dari sana, kita dapat mendekatkan diri kepada Allah,” tandasnya.
Acara Lampah Ratri tersebut akan diadakan pada Ahad, 29 September 2013, jam 21.00, dengan mengambil rute start di Pesantren Kaliopak, melewati Masjid Wot Galeh, dan finish di Masjid Mataram Kotagede yang merupakan situs awal Keraton Mataram.
Masyarakat yang ingin mengikuti acara tersebut, diharapkan telah hadir di Pesantren Kaliopak pada pukul 18.30. (Dwi Khoirotun Nisa’/Abdullah Alawi)