Probolinggo, NU Online
Pesantren Raudlatul Hasaniyah di Kelurahan Jrebeng Lor Kecamatan Kedopok Kota Probolinggo, Jawa Timur didirikan pada tahun 1971 silam atas restu dan dukungan pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur KH. Hasan Saifouridzall.
<>
Pesantren yang berlokasi di Jalan Abd. Hamid Gang Pesantren No. 35 A Kota Probolinggo ini kini memiliki 700 santri. Pesantren yang awalnya mushala ini, hingga kini masih diasuh pendirinya, yakni KH Romli Bakir.
Sejalan dengan perkembangan jaman, sang pendiri kemudian mengembangkan sebuah lembaga pendidikan formal, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan SMA atau SMK, selain pendidikan diniyah.
Saat ini, posisi pondok yang diberi nama oleh KH Hasan Saifouridzall, guru KH Romli Bakir, berada di tengah padat pemukiman. Tepatnya di perbatasan Kelurahan Jrebeng Lor dengan Kelurahan Kebonsari Kulon atau selatan masjid yang dikenal dengan Masjid Pak Gatot. Cikal-bakal pondok yang awalnya memiliki tiga santri itu, merupakan rumah Sayyaroh, istri KH Romli Bakir.
Pengasuh sekaligus pemilik Pesantren Raudlatul Hasaniyah KH. Romli Bakir menceritakan pesantren yang kini memiliki ruang belajar bertingkat ini, didirikan sekitar tahun 1971. Yakni, setelah Kiai kelahiran Madura ini menikah dengan Hj Sayyaroh, warga Kelurahan Jrebeng Lor Kecamatan Kedopok. Keduanya merupakan alumni pesantren Zaha Genggong yang dijodohkan oleh KH. Hasan Saifouridzall.
Tidak lama kemudian, Kiai Romli di halaman rumah mertuanya membangun sebuah mushala. Dengan tekunnya ia mengajar ngaji tiga santrinya di mushala tersebut. “Dulu, warga disini pengetahuan agamanya kurang. Rata-rata masyarakat kegiatannya negatif. Seperti berjudi dan sabung ayam. Tidak ada sisi positif di kawasan ini,” ungkapnya, Kamis (20/2).
Selain dukungan gurunya, KH Hasan Saifouridzall, Kiai Romli bersemangat mendirikan pondok atas dorongan warga sekitar. Dari tiga santri setianya, setelah dua tahun berjalan santrinya bertambah menjadi 30 santri dan santriwati.
”Atas petunjuk beliau (KH. Hasan Saiful Rizal) saya mendirikan lembaga keagamaan. Awalnya, madrasah ibtidaiyah dan pendidikan nonformal,” terangnya.
Kiai yang pernah menduduki jabatan Ketua MUI Kota Probolinggo ini menuturkan, tahun 1980 hingga 1990 pesantren ini berkembang pesat. Dari sisi kuantitas, jumlah santrinya mencapai 200 orang. Karenanya tahun 1990, ia mendirikan Madrasah Tsananwiyah atau setara dengan SMP yang memiliki 220 santriawan dan santriwati.
”Saat itu saya juga mendirikan sekolah umum. Sebagai penyeimbang antara ilmu agama dan ilmu umum. Untuk mengikuti perkembangan zaman, supaya santri juga tidak ketinggalan zaman,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Mahbib)