Jakarta, NU Online
Sebanyak 14 tokoh dari dua negara, Indonesia dan Inggris, yang tergabung dalam Islamic Indonesian-British Advisori akan membicarakan masalah Islam pada Januri tahun depan. 7 di antaranya adalah tokoh Islam Indonesia.
Demikian diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi usai penandatanganan nota kesepahaman kerja sama Program Pelatihan Manajemen Pendidikan dengan Pemerintah Kerajaan Inggris yang diwakili Duta Besar Inggris di Indonesia Charles Humfrey, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin (18/12).
<>“Kepentingannya adalah untuk bagaimana mengerti Islam. Sebab, Islam sampai sekarang masih mis-understute religion. Masih jadi agama yang selalu disalahpahami,” terang Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP) itu.
Menurut Hasyim, kesalahpahaman itu terjadi karena berbagai faktor. “Kerena memang masalah informasi dan masalah politisasi serta masalah interest (kepentingan-Red). Ini gabung jadi satu. Nah, ini harus segera di-clear-kan (dijernihkan-Red),” katanya.
Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu mengaku senang atas program yang merupakan inisiatif dari pemerintah pimpinan Perdana Menteri Tony Blair itu. “Ini sangat bagus. Karena dia (Inggris) bisa ke Eropa dan Amerika Serikat,” ujarnya.
Selain itu, menurut Hasyim, negeri Britania Raya itu itu memiliki kemauan kuat untuk memahami Islam tanpa politisasi. Hal itulah, lanjutnya, yang membedakan Inggris dengan dengan negara lainnya. “Di Inggris sendiri kan banyak literatur-literatur Islam yang jauh lebih lengkap dari pada yang di Timur Tengah,” tandasnya. (rif)